Ayo gabung Neobux ! anda dibayar untuk tiap iklan yang anda klik

Kamis, 26 Februari 2009

Menjelang Contrengan


Tinggal menghitung hari saja kemeriahan pesta demokrasi segera digelar. Pemilu merupakan tradisi demokrasi, ritual wajib yang harus dijalani penganut demokrasi. Pada masa orde baru euforia pemilu amat sangat terasa, pemilu menjadi sesuatu yang dinanti kedatangan walapun hasil akhir tetap bisa ditebak. Tak ada perubahan signifikan terhadap pemilu, karena pemenangnya itu-itu saja dan kebijakan itu-itu saja. Tetapi pemilu tetap saja menarik, jumlah pemilih tinggi, PPS dimana-dimana rame. Masyarakat antusias.

Justru pada era sekarang yang diklaim sebagai era kebebasan, euforia, antusiasme menurun dan jumlah golput besar. Pemilu, pilkada dan sejenisnya menjadi sesuatu yang menjemukan. Jenuh. Apatis. Putus asa. Sebagian para pakar menyebutnya sebagai wujud rendanhya kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin dan akhirnya pada sistem negara ini. Padahal negara ini sudah sepakat memilih demokrasi, dan alat untuk menyalurkan aspirasi untuk perubahan ya pemilu, suka atau tidak suka. Sebagai refreshing saja saya mengajak kita merenungi sejarah bangsa ini.

Kedatangan armada Cornelis de Houtman pada ekpedisi ke Timur Jauh yang disponsori oleh Compagnie va Verre pada bulan Juni 1596 M di Banten, untuk pertama kali mendarat di kepulauan nusantara ini dan dilanjutkan ekspedisi lainnya, ibu pertiwi masih beramah hati menerima mereka. Hingga kemurahan hati pangeran Jayakarta yang memberikan pulau Onrust atau lebih dikenal pulau Kapal yang terletak diutara Jakarta kepada armada dari Belanda pada tahun 1610 M, dilanjutkan kolonisasi oleh VOC dan lima tahun kemudian rencana penyerangan ke Batavia dirumuskan di pulau ini. Seolah pangaeran Jayakarta menggali kuburannya untuk rakyat bangsanya sendiri.

Seperti kita ketahui VOC yang lebih kita kenal kompeni, merupakan kongsi dagang besar yang mendunia, mungkin sekarang semacam multinasional, memiliki hak istimewa yang tercantum dalam pasal 34 dan 35 actroi pendiriannya. Hak untuk memonopoli perdagangan dan membuat perjanjian dengan raja-raja lokal, hingga berujung pada untuk melakukan penindasan, pembunuhan dan penjajahan. Kolonisasi bangsa ini dalam wujud Hindia Belanda telah menciptakan petaka bagi penduduk pribumi. Sudah berapa banyak kekayaan bangsa ini yang dikeruk dan berapa banyak nyawa yang melayang akibat kolonialisme ini.

Setelah 63 tahun merdeka berdaulat secara de facto dan de jure seolah terasa hambar ketika kita berkaca pada realita bahwa sesungguhnya kita tidaklah berdaulat. VOC mungkin yang terkejam tapi “anak didik” mereka yang menjelma menjadi perusahaan mulitnasional modern hidup dan tumbuh berkembang subur di negeri tercinta ini. Perusahaan skala besar dan strategis menyangkut sandang-pangan penduduk negeri hingga lembaga keuangan nasional yang dikuasai oleh asing. Dengan dalih globalisasi perdagangan dunia dalam era pasar bebas maka semua negara di dunia termasuk Indonesia dipaksa untuk melegalisasi dan meratifikasi keberadaan WTO, sebagai sebuah perkongsian. Mirip dengan pemberian hak istimewa kerajaan Belanda kepada VOC.

Dengan dalih meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pemerintah orde baru dan penerusnya, pengelolaan sumber daya alam Indonesia diserahkan kepada pihak asing, karpet merah layaknya pahlawan atau bintang pujaan untuk investor asing. Mirip pemberian pulau Onrust oleh pangeran Jayakarta kepada VOC.

Sejarah senantiasa berulang, rentetan peristiwa masa lalu akan berpengaruh terhadap masa kini. Apa yang kita lakukan sekarang besar kecil akan berpengaruh kepada setiap kejadian pada masa mendatang. Tak terputus semua ada sebab dan akibat. Dan sejarah bukan sekedar benda mati berupa kota lama lengkap dengan bangunan tuanya, situs-situs sejarah hingga logika sejara yang belum terpecahkan dan senantiasa menjadi bahan diskusi di “menara-menara” gading yang bernama intitusi pendidikan dan lembaga penelitian.

Setelah mengalami pergantian kepeminpinan, amanat dalam konstitusi negara kita untuk mensejahterakan rakyat banyak masih jauh. Pemimpin masih saja mengandalkan pencitraan yang sempurna daripada berkotor-kotor melayani rakyat. BBM turun yang sebenarnya adalah hadiah dari langit yang diberikan Tuhan karena harga dunia merosot tajam dianggap sebagai sebuah prestasi keberhasilan. Angkuh. Begitu pula rakyat kita, penderitaan akibat penjajahan membuat bangsa ini kuat namun juga malas. Rakyat mudah sekali terpesona dan terpikat oleh keindahan yang semu. Saling rebut saat ada pembagian “rejeki” dari segelintir orang kaya di Indonesia menjelang hari raya tertentu. Yang kaya sombong, yang miskin tamak. Larut dalam aliran sesat yang menawarkan pengalih perhatian terhadap kesulitan hidup. Ini adalah penyakit...

Tak heran maka penajajahan era baru yang oleh Sukarno dan Agus Salim disebut neo-kolonialisme tumbuh subur di negeri tercinta ini hingga sekarang. Tapi bukan tanpa harapan.

Pada tanggal 24 Agustus 1949 persidangan maraton memasuki babak akhir, persidangan yang kita sebut Konferensi Meja Bundar. Moh. Hatta salah satu putra terbaik bangsa ini memimpin delegasi Indonesia dalam pengakuan kedaulatan Indonesia yang sebelumnya telah diprokamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh dia dan Soekarno sebagai wakil rakyat Indonesia. Sokarno dan Hatta adalah produk terbaik bangsa ini lepas dari segala kontroversinya. Generasi ini adalah puncak dari generasi sebelumya pada era Diponegoro, Pattimura, Teuku Umar, Hasanudin dan lain. Hasil dari konferensi tersebut sebagai tonggak kedaulatan bangsa Indonesia atas kolonialisme Balanda.

Sejarah bisa terulang, kolonialieme bisa diawali dan juga bisa diakhiri. Demikian juga dengan neo-kolonialisme, bisa dimulai dan juga bisa diakhiri. Tinggal generasi mana dari negeri ini yang akan mengakhiri, dan sejauh mana generasi sekarang termasuk kita mengambil peran. Hingga akhirnya nanti Proklamasi Kemakmuran bisa dikumandangkan di Indonesia ini. Jika boleh saya bermimpi maka saat sekaranglah neo-kolonalisme harus diakhiri. Demikianlah mimpi Diponegoro, mimpi Patimura, mimpi Hasanudin, walau belum menjadi nyata mereka sudah berbuat yang besar dan kemerdekaan sudah mereka peroleh secara pribadi. Dan kalau beruntung kita adalah Sokarno dan Hatta sekarang, bermimpi dan melihatnya menjadi nyata.

Bagaimana caranya? Kalau memang anda masih percaya demokrasi maka sejarah bisa ditorehkan melalui partisipasi anda. Mungkin hasil yang diperoleh tidak serta merta ada. Dengan ikut mencontreng besok pada pemilu 2009, tidak kemudian tahun 2010 Indonesia langsung ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tapi itu menjadi sebuah pembelajaran dan pengorbanan bagi bangsa ini seperti yang dilakukan Diponegoro dan kawan-kawan. Dan kalau Allah menghendaki maka hasil pemilu besok seperti layaknya Proklamasi Kemakmuran sebagai Proklamasi Kemerdekaan jilid 2. Karena generasi pendiri bangsa ini bisa menikmati kemerdekaan adalah akibat dari sejarah yang ditorehkan oleh Diponegoro dan kawan-kawan. Sekali lagi jika anda masih percaya demokrasi. Karena sebagaimana senjata dan semangat dalam perjuangan kemerdekaan maka pemilu dan semangat dalam demokrasi adalah sama pentingnya.

Salam Boy

5 komentar:

Anonim mengatakan...

@Boy...
Aku seperti de javu diajak kamu bolak balik timbul tenggelam hidup di masa lalu dan masa kini.Fisikku tak berdaya menuruti alunan ceritamu tentang betapa "kerdilnya" bangsa kita yang besar dan kaya ini bisa dengan mudah dijajah dan diperbudak oleh bangsa Belanda yang negerinya diseberang sana hanya seluas tak lebih dari sepertiga Jawa Barat.
Sayang,de javunya kurang happy ending.. ; (
ternyata yg debateble justru soal sejarah yg kamu ungkap itu.
Apa benar sejarah bangsa ini baru ditorehkan sejak ekspedisi pertama Belanda dibawah Cornelis de Houtment itu? Caramu menarik mainstream sejarah bangsa ini mengingatkanku pada bangsa Anglo Ausie (yg cukup lama punya "White man policy" mulai era 70-90an--semacam politik diskriminasi ras/kayak apertheid-nya Afsel,mas)yg mengklaim sejarah Australia dengan menisbikan Aborigin dan menomor wahid-kan ras kulit putih dalam segala regulasinya(belakangan dibawah pemerintahan Partai Buruh;rekonsiliasi dg budaya local mulai dicairkan,bahkan PM terpilih minta maaf secara resmi kepada Aborigin,it's very good !).atau,Sami mawon dengan "arogansi" bangsa anglo american yg menisbikan--bahkan--menyebabkan nyaris punahnya manusia dan budaya lokal suku indian dari muka bumi USA.
Sejarah bangsa ini punya kemandirian dan kejayaannya. Kecemerlangan Sriwijaya,Majapahit,Kutai,terus sampai ke Rote hingga tanah Papua merupakan prasasti yang tidak mudah dihapus dalam memori kita.
Dalam sejarah,kita belajar menarik hikmah dan manfaat.
Sekali lagi,kita harus giat untuk kritis,dan menggali dengan cermat.Apa benar ini awal dari sejarah kita ?
Saya sedih,buku2 pendidikan sejarah bangsa kita dari SD sampe Universitas--melulu--didominasi oleh sejarah imperialisme seperti yg kawan kita tuliskan ini.Imperialisme;mulai dari imperialisme VOC sampai imperialisme internasional yang sekarang terjadi.Ini fatal.Akibatnya,mindset kita merekam itu sebagai sebuah realitas yg wajar dan semestinya untuk dilanjutkan.10 tahun yg lalu waktu kita masih di kampus(wah sudah tua juga kita),tidak pernah terlintas dalam pikiran kita yang paling liar sekalipun ;bahwa imperialisme bakal masuk ke Perguruan Tinggi Negeri,kalaupun isu2 itu muncul,langsung kita TOLAK (saya ingat MENDIKNAS kita timpuk sendal krn kita marah atas rencana dia mem-badan-hukum-kan PTN).Tapi sekarang,proses "privatisasi" pendidikan tinggi..sukses disahkan lewat UU,maka satu lagi buhul tali hajat hidup rakyat yg dilindungi UUD telah terputus(Noted:IPB,dan UGM bahkan "nekat release Reksadana untuk membiayai operasionalnya).
Selama sejarah ketamakan manusia ini tidak segera di stop.Maka jangan heran,di puncak sejarah yg "dengan manis" telah Boy tuliskan ini akan berakhir dengan berkumpulnya seluruh aset produktif rakyat ke tangan segelintir kapitalis (berujung ke Bankir--keluarga besar turunan Rostchild;penguasa,pemilik Bank Sentral AS,Uni Eropa,dan Rusia.
Itu yang sedang terjadi saat ini.
Terkait dengan pemilu dan sistem politik kita.Apa benar Demokrasi adalah sistem politik dalam sejarah kita dimasa lalu?
Saya khawatir...jangan-jangan kita sedang ikut "mereka" untuk masuk ke lubang biawak ; (
Maka,daripada kita sibuk memikirkan dan mengurusi pemilu yang belum tentu benar sesuai dengan jatidiri bangsa ini.Lebih baik mari berlomba-lomba untuk sibuk memperbaiki apa yang ada didepan dan disekeliling kita.Mencegah orang2 agar tidak terus2an masuk ke jalan lobang biawak.Dengan mambangun sejarah kita sendiri. Yang lebih baik,sesuai dengan fitrah manusia.
Sekali lagi dengan menyesal harus saya katakan,saya skeptis memandang sejarah bangsa kita saat ini.
Tapi seperti biasa saya harus katakan,saya optimis perubahan menuju tatanan yg lebih baik sedang terjadi,sebagaimana sabda junjungan Rasulullah ;
Kelak menjelang kiamat...seluruh kebathilan akan runtuh satu persatu seperti benang yang lepas dari kainnya.."...
dan itu yang sedang dipertontonkan pada kita lewat runtuhnya satu persatu pilar2 company rente multinasional dunia...
waspadalah...waspadalah...

Anonim mengatakan...

Boy, hubungannya dengan menjelang contrengan apa?? Apa parpol sama dengan VOC. Kalo itu saya sepakat Boy! Parpol termasuk institusi paling korup di negeri ini.
Masih percaya parpol! Kacian deh lu....

SAI'96

Jewelholic mengatakan...

hehehe...kebetulan nih...waktu disana saya ikutan pemilu oz, antara denmas howard dan abang kevin, dan waktu balik kesini juga pas kok mau pemilu. kalo diceritain bedanya...alamak jang...jauh getow

disana, tiap2 caleg bener turun ke jalan, ke mall2, ke sekolah2, ke pertemuan para lansia2, ke universitas2, memperkenalkan diri menyatakan visi misinya...dan juga, kalo boleh dibilang, setahun penuh kotak surat dirumah saya penuh dengan promosi2 mereka jikalau terpilih, dan tentunya yang jadi caleg warga kota sendiri donk...ditampilkan pula website, email notelp sampe hp...bahkan ada yang tiap minggu promosi di suburb saya (alias kelurahan saya)...jangan tanya, apa semuanya mulus, n penduduk manthuk2...tidak...banyak yang misuhin mereka...bahkan waktu mas johny (john howard, red) lagi kampanye ke mall,ada nenek2 tua, pake kursi roda elektrik pula datang tiba2 nyumpahin semua kebijakan yang dibikin johny, disumpahin masuk neraka, dibilang coward dan sebagainya...yang disumpahin gimana??? senyum aja...pihak abang kevin juga begitu, waktu datang ke acara warga, ada beberapa yang sindir2 dia, misuh2in...yang dipisuhin??? senyum aja...

kalo dikita??? eits ati2 ya ngomong, ntar jadi pencemaran nama baik lho ya....calegnya?? ehm...gini ya, kok bisa ada ceritanya si eko patrio kampanye kedaerah solo dan daerah pemilihannya adalah solo dan sekitarnya? kok bisa angelina sondakh dapet daerah pemilihan kebumen dan sekitarnya? emang mereka asalnya dari sana???? trus yang dipasang di nomer 1 cewek2 cakep pula untuk daerah kartasura (hasil pengamatan mudik madiun-gombong sebulan yang lalu :D ) emang mereka siapa???yah...kalo bisa dibilang pake bahasanya catherine wilson tanding ma andi soraya...emang mereka siapa sih?? i dont even know them...yah, gak level lah hihihihihi....

Anonim mengatakan...

sy hany menggambarkan saja masa sejrh kolonial saja, krn itu merpkn tonggak kedaultan bangsa,..kl jaman kerajaan mrk hidup damai dlm kultur mereka sendr, sejarah bkn kebetulan,..musuh bersama itu yg mendorong kerajaan2 di nusantara ini berubah menjadi kebangsaan..
termsk kawan mhsw menjtuhkan Sokarno dan Suharto krn emg ada musuh bersama..
Gajah Mada memang pernah berusaha menyatukan nusantara dan berhasil, tp mgkn beda latr blkg dan tujuannya..intinya ada musuh bersama skrg yg sdng mengancam bangsa ini, jd kita hrs segera bangkit..
dalam bahasa perubahan ada tujuan jk pendek dan jangka panjg,.
bangsa ini sudah terlanjur memilih demokrasi dlm sistemnya..kita lahir ya sudah begini, jd jk pendeknya, sukseskan dong agenda itu,..spt kt mbak hesti org ikut pemilu aja masih ribut apalg mikir yang lain..he..he..
ketika generasi ini bergulir maka sah-sah saja kita mengganti demokrasi dng yg lain..krn bg saya demokrasi hanya alat semata, bukan tujuan...
demokrasi itu spt kita beli mi instan, satu paket, mi, saos, bumbu, kita ga bisa milih...
kl pilih demokrasi ya pasti ada pemilu, parpol dll...
nah jk menengah dan pjngnya, bisa ganti demokrasi dg yg lain, banyk kan didunia ini...bangsa ini punya sejarah pjg, sistem bnyk disini, ato yg impor,.pak lq dan sai pasti lbh tau..he..he...
salam boy

Anonim mengatakan...

@Boy..
Ok Boy,make sense juga argumenmu.
Pertama, kamu berangkat dari asumsi bahwa identitas kebangsaan ini secara signifikan terbentuk sejak dimulainya era penjajahan.Makanya benang merah yg dikau tarik dimulai dari era kolonialisme bangsa Eropah (pake "h" biar rada 'ndeso).
Kedua,logika sebab-akibat lewat idiom "musuh bersama" dalam mencapai sukses suatu perubahan.Lantas dirimu mengkait-kaitkan dengan Eyangnya Siswanto (Soeharto) yang sukses "dirobohkan" ber-sama2 oleh aneka elemen pergerakan mahasiswa dan pemuda thn 1998 yg lampau.
dan yang Ketiga,argumen "history is never ending"mu sebagai pembenaranmu bahwa demokrasi dinegeri kita hanyalah alat dan bagian "daripada" (kayak gaya ngomong eyangnya sis)proses mencapai tujuan kemakmuran ra'jat.
Apresiasi saya buat Oom Boy yang sangat gentle dan profesional ;
Berani posting,Berani terima kritik,dan Berani menjawab kritik.
Lepas dari benar atau salah,Memuaskan atau tidak,itu bukan soal.Yang penting kita semua hepi,silaturahmi terus terjalin,proses belajar langgeng berlanjut dengan mengedepankan semboyan "Hati boleh panas,tapi Kepala tetap Dingin"...
itulah komunitas Blogger Sosektaers Faperta Unibraw...
jadi..sekedar mengingatkan buat blogger sosektaers..kalo abis posting..jangan ngilang kayak gerilyawan jaman perang kemerdekaan.
sukses buat Boy..
sukses buat all Blogger Sosektaers
sukses buat Semuaaaaa