Ayo gabung Neobux ! anda dibayar untuk tiap iklan yang anda klik

Minggu, 26 April 2009

Gila Demokrasi, Demokrasi Gila, Gila beneran....

Sejak era reformasi digulirkan, kran demokrasi dibuka lebar. Sebuah situasi yang pada saat era orde baru sangat tidak mungkin dilakukan. Masa orde baru adalah masa demokrasi pancasila dengan cara yang tidak demokratis, dimana demokrasi yang ada adalah demokrasi sandiwara ’maaf jika ada yang tidak setuju’, maksudnya? Sistem demokrasi yang dibangun sudah disetting sedemikian rupa sehingga hasil yang didapat tidak memperdulikan proses yang telah berlangsung. Yang kita bicarakan adalah pemilu, pemilu adalah suatu cerminan demokrasi suatu bangsa, dengan pemilu kita dapat melihat tingkatan demokrasi suatu bangsa.

Pemilu di Era Orde Baru menurut banyak pengamat politik sudah di setting, siapa yang akan menang, siapa yang akan kalah dan siapa yang akan jadi presidennya. Kita yang mungkin ingat bahwa pada saat pemilu di masa orde baru settingan itu sangat kentara semisal penghitungan suara yang ditampilkan di Televisi saat itu sangat cepat, bahkan mengalahkan pemilu 2009 yang ’canggih’ dan bahkan mengalahkan 2004 yang sangat baik. Di masa orde baru seminggu setelah pemilu kita bisa langsung mengetahui suara nasional yang masuk, tergolong canggih dimasa yang tidak secanggih saat ini.

Dengan bergulirnya Era Reformasi, seakan akan masyarakat Indonesia jadi ’melek’ politik, ’melek’ demokrasi. Ibarat orang yang sudah ’ngempet’ sekian lama kemudian diberi kesempatan maka langsung ’brol’, mengalir semuanya. Masyarakat Indonesia seakan-akan ’Gila Demokrasi’. Mereka berlomba-lomba mendirikan banyak sekali partai politik, tercatat 48 partai politik ikut serta pada pemilu pertama pada Era Reformasi tahun 1999, itu belum tercatat partai politik yang tidak lolos verifikasi. Masyarakatpun antusias untuk mengikuti jalannya pesta demokrasi setelah lebih dari 40 tahun tidak pernah ada pesta demokrasi. Sebagai catatan pesta demokrasi terakhir adalah pada tahun 1955, jika pun ada pesta demokrasi pada saat orde baru itu hanyalah pesta-pesta bohongan.

Pada tahun 1999 masyarakat Indonesia sangat antusias untuk mengikuti pesta demokrasi, dimana pada saat itu gaung akan demokrasi sangatlah tinggi. Setiap orang membicarakan tentang politik, tayangan televisipun banyak didominasi tayangan polotik, bahkan saat itu ada beberapa siaran bersama televisi khusus dialog politik. kampanyepun sangat marak, mungkin juga saat itu golput tergolong sangat kecil, karena adanya harapan dengan memilih wakil rakyat yang baru maka kehidupan bangsa yang sudah carut marut ini dapat diselesaikan.

Setelah pemilu tahun 1999, Indonesia mengalami perubahan demokrasi, jika diawal era reformasi indonesia sedang ’gila demokrasi’ maka setelah era reformasi berjalan menjadi ’demokrasi gila’. Demokrasi gila? gila dalam artian segala hal, untuk mencapai tujuan sekarang demokrasi terasa diluar akal sehat. Politik bisa digambarkan seperti rangkaian gerbong kereta, jika kita satu arah, kita akan digandeng, jika sudah tidak searah kita akan ditinggalkan begitu saja distasiun. Tapi sekarang bisa jadi belum sampai stasiun tujuan jika dirasa sudah tidak sejalan kita akan dilepas begitu saja. Itulah yang terjadi saat ini, apalagi selama masa penentuan koalisi setelah pemilihan legislatif, perubahan teman jadi kawan, kawan jadi teman bisa dalam hitungan jam. Partai yang jelas-jelas beda latar belakang, pada saat kampanye bermusuhan, ditataran akar rumput berperang bisa berkoalisi. Suara rakyat yang diamanatkan menjadi permainan elit politik untuk mencari kekuasaan tanpa mempedulikan suara pemilih mereka.

Jika ditataran elit partai politik sedang ’demokrasi gila’ maka ditataran masyarakat banyak orang yang menjadi gila. banyak orang yang menjadi gila dikarenakan kenyataan sanagt jauh dari harapan. Seperti diketahui pemilu 2009 adalah pemilu dengan biaya yang sangat besar, baik biaya materi, biaya tenaga, biaya waktu, biaya pikiran, biaya nyawa hingga biaya poltik yang cukup besar. Sistem suara terbanyak menjadikan para calon legeslatif untuk berlomba menjadi wakil rakyat dikarenakan mereka merasa setiap orang punya kesempatan yang sama, sehingga mereka mengeluarkan semua kemampuan untuk mencapai tujuan tersebut.

Jumlah caleg DPR, DPD, DPRD Propinsi dan DPRD Kota/Kabupaten + 1,5 juta orang sedangkan jumlah kursi yang tersedia kurang dari 1 persen. Banyak caleg yang mengeluarkan biaya diluar kemampuan mereka, seorang pengamat politik-Arbi Sanit memperkirakan untuk caleg DPR RI dana yang dikeluarkan minimal Rp. 1 Milyar. Wah uang sebanyak itu didapat dari mana ya..? kalo jadi anggota DPR cara mengembalikannya gimana ya... ? kalo tidak jadi gimana ya.. ? ya... mungkin kita semua sudah tahu.... baik yang jadi DPR maupun yang tidak jadi. Mereka semua gila.... baik yang menang pileg maupun yang kalah pileg. Yang menang dianggap gila karena tanpa menggunakan akal sehat mempermainkan suara rakyat demi mencapai tujuan kelompok mereka. Yang kalah benar-benar gila jika tidak kuat menerima kekalahan itu. Sedangkan masyarakat dibuat gila melihat tingkah laku mereka. Jadi dari ’Gila Demokrasi’ menjadi ’Demokrasi Gila’ hingga menjadi ’Gila beneran’. Kalo gila mudah aja, datang ke Rumah Sakit Jiwa, dekat rumah saya ada kok....

bisa di lihat juga di ;
www.machbub-papa.blogspot.com

facebook, moch machbub sanjaya

Mengais Asa ditengah Badai Krisis Global (Masa Depan Sektor Pertanian)

Krisis global yang melanda dunia saat ini terutama di negara-negara maju telah membawa dampak yang luas dan kini menyentuh negara-negara berkembang. Sebabnya tentu dapat diprediksi karena keterikatan negara berkembang dengan negara maju dalam konteks sekarang masih sangatlah besar. Sistem ekonomi global yang liberal telah menyeret negara-negara berkembang masuk dalam pusaran air krisis. Bangsa Indonesia yang merupakan negara terbesar di kawasan Asia Tenggara yang kental dengan kultur agrarisnya tak luput dari pengaruh tersebut.


Defisit Neraca dan Penurunan Nilai Ekspor

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) sepanjang 2008 mencatat defisit. Bank Indonesia memperkirakan secara keseluruhan di tahun 2008 NPI mencatatkan defisit sebesar US$ 2,2 miliar. Sampai dengan Desember 2008 sendiri, BI mencatatkan cadangan devisa sebesar US$ 51,6 miliar dimana jumlah cadangan devisa tersebut setara dengan 4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.



Sebelumnya Deputi Gubernur BI Hartadi A. Sarwono pernah mengatakan di tahun 2009 diperkirakan NPI juga akan kembali mengalami defisit karena penurunan ekspor akibat rendahnya permintaan di tengah kondisi krisis ekonomi global yang terjadi. Selain itu impor juga mengalami penurunan sejalan dengan perburukan kondisi ekonomi yang terjadi. Hartadi mengatakan dengan perkiraan defisit NPI di 2009 ini, jumlah cadangan devisa Indonesia diperkirakan akan menurun US$ 600 juta menjadi US$ 51 miliar hingga akhir 2009, hal ini terjadi karena penurunan kinerja ekspor Indonesia. (detik.com, 22 April 2009)


Penurunan ekspor Januari 2009 disebabkan oleh menurunnya ekspor migas sebesar 23,85 persen yaitu dari US$1.243,7 juta menjadi US$947,1 juta. Sementara ekspor nonmigas mengalami penurunan sebesar 16,67 persen dari US$7.448,1 juta menjadi US$6.206,2 juta.


Penurunan ekspor migas disebabkan oleh menurunnya ekspor minyak mentah sebesar 18,05 persen menjadi US$373,2 juta, ekspor hasil minyak turun sebesar 26,31 persen menjadi US$71,4 juta dan ekspor gas turun sebesar 27,32 persen menjadi US$502,5 juta.


Hal ini lebih dikarenakan volume ekspor migas Januari 2009 terhadap Desember 2008 (berdasarkan data Pertamina dan BP Migas) untuk minyak mentah, hasil minyak, serta gas masing-masing turun sebesar 23,37 persen, 33,44 persen dan 15,31 persen. Sementara itu harga minyak mentah Indonesia di pasar dunia justru naik dari US$38,45 per barel di Desember 2008 menjadi US$41,89 perbarel di Januari 2009.


Sementara itu, penurunan ekspor nonmigas terbesar Januari 2009 terjadi pada bahan bakar mineral sebesar US$191,9 juta, sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada timah sebesar US$47,5 juta.


Menurut sektor, ekspor hasil pertanian periode Januari 2009 menurun 8,24 persen dibanding periode yang sama tahun 2008, ekspor hasil industri turun sebesar 35,52 persen, demikian juga ekspor hasil tambang dan lainnya turun sebesar 1,24 persen.


Komoditi lainnya yang juga mengalami penurunan ekspor adalah mesin/ peralatan listrik (HS 85) sebesar US$168,7 juta; mesin/pesawat mekanik (HS 84) sebesar US$88,1 juta; karet dan barang dari karet (HS 40) sebesar US$76,2 juta; serta lemak & minyak hewan/nabati (HS 15) sebesar US$68,6 juta.


Selama periode Januari 2009, ekspor dari 10 golongan barang (HS 2 dijit) diatas memberikan kontribusi 51,89 persen terhadap total ekspor nonmigas. Dari sisi pertumbuhan, ekspor 10 golongan barang tersebut turun 35,31 persen terhadap periode yang sama tahun 2008. Sementara itu, peranan ekspor nonmigas diluar 10 golongan barang pada Januari 2009 sebesar 48,11 persen.


Jepang saat ini menjadi negara tujuan ekspor terbesar bagi komoditas ekspor dari Indonesia. Pada Januari 2009, Jepang masih merupakan negara tujuan ekspor terbesar dengan kontribusi 12,70 persen, diikuti Amerika Serikat 12,44 persen, dan Singapura 9,58 persen.


Ekspor nonmigas ke Jepang Januari 2009 mencapai angka US$788,0 juta, disusul Amerika Serikat US$772,3 juta dan Singapura US$594,5 juta, dengan kontribusi ketiganya mencapai 34,72 persen. Sementara ekspor ke Uni Eropa ( 27 negara ) sebesar US$1,03 miliar.


Pada hampir semua negara tujuan ekspor utama terjadi penurunan ekspor. Ekspor nonmigas Januari 2009 ke Jepang turun sebesar US$219,3 juta; Taiwan sebesar US$137,6 juta; Amerika Serikat sebesar US$134,7 juta; Singapura sebesar US$112,2 juta; Korea Selatan sebesar US$110,0 juta; Malaysia sebesar US$74,4 juta; Thailand sebesar US$19,4 juta; Australia sebesar US$16,7 juta; Perancis sebesar US$11,9 juta; Jerman sebesar US$10,1 juta; dan Inggris sebesar US$7,4 juta.


Hanya ekspor ke Cina yang mengalami sedikit kenaikan sebesar US$1,0 juta. Sementara ekspor ke Uni Eropa (27 negara) pada Januari 2009 mencapai US$1.026,8 juta. Secara keseluruhan, total ekspor ke duabelas negara tujuan utama diatas turun 18,23 persen.


Dilihat dari kontribusinya terhadap ekspor keseluruhan Januari 2009, kontribusi ekspor produk industri adalah sebesar 68,60 persen sedangkan kontribusi ekspor produk pertanian adalah sebesar 4,09 persen, dan kontribusi ekspor produk pertambangan & lainnya adalah sebesar 14,07 persen, sementara kontribusi ekspor migas adalah sebesar 13,24 persen. (http://www.datacon.co.id/Bank2009IndFokus.html)


Kontribusi Sektor Pertanian Dalam Komoditas Ekspor

Dari data kontribusi ekspor sektor pertanian masih sangat kecil hanya sekitar 4,09 % dari total ekspor nasional. Sektor pertanian yang sebagian besar masih dikendalikan oleh masyarakat pedesaan ternyata membawa persoalan tersendiri. Tahun 2007 saja jumlah penduduk miskin mencapai 37, 2 juta orang (17, 7% dari jumlah penduduk) dan 23,6 juta orang (63,4 % jumlah penduduk miskin).


Tantangan terus berlanjut, bangsa Indonesia yang terkenal agraris ternyata tak mampu menghasilkan produk pertanian yang dibanggakan. Konon Indonesia memiliki 70 % varietas tumbuhan yang pernah diketahui di dunia. Ini merupakan kekayaan luar biasa besar.


Pada kenyataannya sekarang Indonesia dibanjiri produk pertanian negara-negara lain. Hampir-hampir dapat dipastikan bahwa produk impor memiliki brand lebih berkualitas dibanding produk-produk lokal. Menjamurnya pasar-pasar modern semacam swalayan, mall dan lain-lain disinyalir sebagai sarana masuknya produk-produk impor. Walaupun pada kondisi riil di lapangan, produk pertanian impor terutama hortikultura sekarang juga telah merambah ke pasar-pasat tradisional. Alih-alih meningkatkan kuantitas dan kualitas ekspor untuk bertahan dan menjadi produk unggulan di negeri saja masih sangat sulit.

Mendobrak Sistem Pertanian melalui Paket Kebijakan

Sektor pertanian menjadi sangat penting dan krusial bagi Indonesia karena sector ini low price (murah) yang disebabkan oleh berkah alam :

1. Kelimpahan sumber daya pertanian (lahan, varietas, iklim)

2. Pengetahuan pertanian yang tersimpan dalam kearifan lokal dan kultur masyarakat


Karena dua factor ini terdapat dan berlimpah di Indonesia sehingga modal pembangunan pertanian lebih efisien dan efektif dibanding sector lain karena sangat rendah terhadap eksternal input dari negara lain


Era orde baru pada suatu titik tertentu tak bisa disangkal pernah menjadi surga bagi pertanian Indonesia. Demikian juga orde lama yang telah sukses menelorkan UUPA yang saya tidak tahu sampai sejauh mana efektifitasnya setelah puluhan tahun.


Berbagai paket kebijakan pernah ditelorkan oleh pemerintahan orde baru, tentu kita masih ingat paket “swasembada pangan” terutama beras, telah mendorong bergeraknya sector-sector riil lainnya semacam pabrik pupuk, obat-obatan, perdagangan, industri pertanian dan Koperasi Unit Desa. Belum lagi paket seperti “Gema Palagung”. Walaupun dipandang banyak orang bahwa kebijakan dan hasilnya dianggap sebagai produk manipulatif dan rekayasa tapi sepertinya untuk membuktikan itu butuh banyak data, dan pada kenyataannya di era sekarang kualitas dan kuantitas produk pertanian kita mengalami penurunan. Dan paradigma pembangunan telah bergeser.


Beberapa faktor dituding sebagai penyebabnya diantaranya :

1. Alih fungsi lahan pertanian di hampir seluruh wilayah Indonesia dianggap sebagai factor utama. Banyak lahan pertanian yang berubah fungsi menjadi perumahan, pabrik dan fungsi lain. Padahal kawasan subur untuk pertanian tidak bisa digantikan dalam tempo tahunan. Mimpi pemerintah orde baru untuk mengubah lahan gambut di Kalimantan menjadi penghibur semu.

2. Sumber daya manusia yang berkecimpung di sector pertanian hampir-hampir tak mengalami kenaikan. Rata-rata petani sekarang mewarisi pengetahuan pertanian dari orang tua mereka. Tenaga-tenaga intelektual lulusan perguruan tinggi seperti tergagap ketika terjun ke dunia nyata dan tak ada yang ready to use.

3. Kebijakan pemerintah yang belum menyentuh secara subtansial kebutuhan jangka pendek dan panjang sector pertanian. Produk undang-undang dan paket hukum beserta juklak dan juknis dinilai belum mencukupi terutama untuk usaha-usaha peningkatan kualitas dan kualitas pertanian, kesejahteraan petani dan pengusaha serta perlindungan terhadap produk pertanian dan lahan pertanian yang sudah ada.


Ketiga factor diatas bukanlah ketiga-tiganya saja, banyak factor lain. Karena bisa saja factor tersebut diatas dianggap sebagai factor normatif. Pendapat seperti itu bisa saja dipahami karena begitulah bangsa ini, terlalu normatif, permasalahan itu-itu saja, solusinya juga itu-itu saja. Bagi saya bukan itu yang penting tapi adanya suatu penciptaan kondisi dimana permasalahan yang ada dapat terselesaikan dengan solusi yang pernah dibuat pula.


Dan untuk menciptakan kondisi tersebut diatas adalah pada pemerintahan dan kaum intelektual. Paket kebijakan perlu disusun untuk membuat strategi dengan paradigma baru bagi rancang bangun sector pertanian dalam jangka pendek hingga jangka panjang. Sekurang-kurangnya paket kebijakan tersebut memperhatikan beberapa hal berikut ;

1. Perlindungan lahan dan produk pertanian

2. Peningkatan kualitas SDM

3. Peningkatan infrastruktur penunjang kawasan pedesaan seperti jalan, pasar dan transportasi

4. Revitalisasi lembaga/institusi pertanian tradisional dan modern seperti lumbung desa, koperasi dan kelompok tani maupun lembaga-lembaga penelitian pertanian.

5. Penetapan visi pertanian Indonesia yang lebih ambisius seperti misalnya “menjadi negara penghasil produk pertanian terkemuka di kawasan Asia”.


Ahmadi Addy Saputra (Boy), 2009









Minggu, 12 April 2009

Zhang Da (The Great Child)

Tulisan ini untuk mengisi kekosongan artikel akhir-akhir ini, sebuah kisah nyata yang menjadi teladan yang telah banyak dituturkan dalam banyak versi dalam buku, seminar dan oleh para motivator. Ini saya ambil dari salah satu sumber saja. Beberapa sahabat mungkin pernah mendengar kisah ini, tapi tak ada salahnya saya posting kembali disini.


Di Propinsi Zhejiang China, ada seorang anak laki-laki yang luar biasa, sebut saja namanya Zhang Da. Perhatiannya yang besar kepada Papanya, hidupnya yang pantang menyerah dan mau bekerja keras, serta tindakan dan perkataannya yang menyentuh hati membuat Zhang Da, anak lelaki yang masih berumur 10 tahun ketika memulai semua itu, pantas disebut anak yang luar biasa. Saking jarangnya seorang anak yang berbuat demikian, sehingga ketika Pemerintah China mendengar dan menyelidiki apa yang Zhang Da perbuat maka merekapun memutuskan untuk menganugerahi penghargaan Negara yang Tinggi kepadanya. Zhang Da adalah salah satu dari sepuluh orang yang dinyatakan telah melakukan perbuatan yang luar biasa dari antara 1,4 milyar penduduk China. Tepatnya 27 Januari 2006 Pemerintah China, di Propinsi Jiangxu, kota Nanjing, serta disiarkan secara Nasional keseluruh pelosok negeri, memberikan penghargaan kepada 10 (sepuluh) orang yang luar biasa, salah satunya adalah Zhang Da.

Mengikuti kisahnya di televisi, membuat saya ingin menuliskan cerita ini untuk melihat semangatnya yang luar biasa. Bagi saya Zhang Da sangat istimewa dan luar biasa karena ia termasuk 10 orang yang paling luar biasa di antara 1,4 milyar manusia. Atau lebih tepatnya ia adalah yang terbaik diantara 140 juta manusia. Tetapi jika kita melihat apa yang dilakukannya dimulai ketika ia berumur 10 tahun dan terus dia lakukan sampai sekarang (ia berumur 15 tahun), dan satu-satunya anak diantara 10 orang yang luarbiasa tersebut maka saya bisa katakan bahwa Zhang Da yang paling luar biasa di antara 1,4 milyar penduduk China.

Pada waktu tahun 2001, Zhang Da ditinggal pergi oleh Mamanya yang sudah tidak tahan hidup menderita karena miskin dan karena suami yang sakit keras. Dan sejak hari itu Zhang Da hidup dengan seorang Papa yang tidak bisa bekerja, tidak bisa berjalan, dan sakit-sakitan. Kondisi ini memaksa seorang bocah ingusan yang waktu itu belum genap 10 tahun untuk mengambil tanggungjawab yang sangat berat. Ia harus sekolah, ia harus mencari makan untuk Papanya dan juga dirinya sendiri, ia juga harus memikirkan obat-obat yang yang pasti tidak murah untuk dia. Dalam kondisi yang seperti inilah kisah luar biasa Zhang Da dimulai. Ia masih terlalu kecil untuk menjalankan tanggung jawab yang susah dan pahit ini. Ia adalah salah satu dari sekian banyak anak yang harus menerima kenyataan hidup yang pahit di dunia ini. Tetapi yang membuat Zhang Da berbeda adalah bahwa ia tidak menyerah.

Hidup harus terus berjalan, tapi tidak dengan melakukan kejahatan, melainkan memikul tanggungjawab untuk meneruskan kehidupannya dan papanya. Demikian ungkapan Zhang Da ketika menghadapi utusan pemerintah yang ingin tahu apa yang dikerjakannya. Ia mulai lembaran baru dalam hidupnya dengan terus bersekolah. Dari rumah sampai sekolah harus berjalan kaki melewati hutan kecil. Dalam perjalanan dari dan ke sekolah itulah, Ia mulai makan daun, biji-bijian dan buah-buahan yang ia temui. Kadang juga ia menemukan sejenis jamur, atau rumput dan ia coba memakannya. Dari mencoba-coba makan itu semua, ia tahu mana yang masih bisa ditolerir oleh lidahnya dan mana yang tidak bisa ia makan. Setelah jam pulang sekolah di siang hari dan juga sore hari, ia bergabung dengan beberapa tukang batu untuk membelah batu-batu besar dan memperoleh upah dari pekerjaan itu. Hasil kerja sebagai tukang batu ia gunakan untuk membeli beras dan obat-obatan untuk papanya. Hidup seperti ini ia jalani selama lima tahun tetapi badannya tetap sehat, segar dan kuat.

ZhangDa Merawat Papanya yang Sakit.

Sejak umur 10 tahun, ia mulai tanggungjawab untuk merawat papanya. Ia menggendong papanya ke WC, ia menyeka dan sekali-sekali memandikan papanya, ia membeli beras dan membuat bubur, dan segala urusan papanya, semua dia kerjakan dengan rasa tanggungjawab dan kasih. Semua pekerjaan ini menjadi tanggungjawabnya sehari-hari.

Zhang Da menyuntik sendiri papanya.

Obat yang mahal dan jauhnya tempat berobat membuat Zhang Da berpikir untuk menemukan cara terbaik untuk mengatasi semua ini. Sejak umur sepuluh tahun ia mulai belajar tentang obat-obatan melalui sebuah buku bekas yang ia beli. Yang membuatnya luar biasa adalah ia belajar bagaimana seorang suster memberikan injeksi/suntikan kepada pasiennya. Setelah ia rasa ia mampu, ia nekad untuk menyuntik papanya sendiri. Saya sungguh kagum, kalau anak kecil main dokter-dokteran dan suntikan itu sudah biasa. Tapi jika anak 10 tahun memberikan suntikan seperti layaknya suster atau dokter yang sudah biasa memberi injeksi saya baru tahu hanya Zhang Da. Orang bisa bilang apa yang dilakukannya adalah perbuatan nekad, sayapun berpendapat demikian. Namun jika kita bisa memahami kondisinya maka saya ingin katakan bahwa Zhang Da adalah anak cerdas yang kreatif dan mau belajar untuk mengatasi kesulitan yang sedang ada dalam hidup dan kehidupannya. Sekarang pekerjaan menyuntik papanya sudah dilakukannya selama lebih kurang lima tahun, maka Zhang Da sudah trampil dan ahli menyuntik.

Aku Mau Mama Kembali.

Ketika mata pejabat, pengusaha, para artis dan orang terkenal yang hadir dalam acara penganugerahan penghargaan tersebut sedang tertuju kepada Zhang Da, Pembawa Acara (MC) bertanya kepadanya, "Zhang Da, sebut saja kamu mau apa, sekolah di mana, dan apa yang kamu rindukan untuk terjadi dalam hidupmu, berapa uang yang kamu butuhkan sampai kamu selesai kuliah, besar nanti mau kuliah di mana, sebut saja. Pokoknya apa yang kamu idam-idamkan sebut saja, di sini ada banyak pejabat, pengusaha, orang terkenal yang hadir. Saat ini juga ada ratusan juta orang yang sedang melihat kamu melalui layar televisi, mereka bisa membantumu!" Zhang Da pun terdiam dan tidak menjawab apa-apa. MC pun berkata lagi kepadanya, "Sebut saja, mereka bisa membantumu" Beberapa menit Zhang Da masih diam, lalu dengan suara bergetar iapun menjawab, "Aku Mau Mama Kembali. Mama kembalilah ke rumah, aku bisa membantu Papa, aku bisa cari makan sendiri, Mama Kembalilah!" demikian Zhang Da bicara dengan suara yang keras dan penuh harap.

Saya bisa lihat banyak pemirsa menitikkan air mata karena terharu, saya pun tidak menyangka akan apa yang keluar dari bibirnya. Mengapa ia tidak minta kemudahan untuk pengobatan papanya, mengapa ia tidak minta deposito yang cukup untuk meringankan hidupnya dan sedikit bekal untuk masa depannya, mengapa ia tidak minta rumah kecil yang dekat dengan rumah sakit, mengapa ia tidak minta sebuah kartu kemudahan dari pemerintah agar ketika ia membutuhkan, melihat katabelece yang dipegangnya semua akan membantunya. Sungguh saya tidak mengerti, tapi yang saya tahu apa yang dimintanya, itulah yang paling utama bagi dirinya. Aku Mau Mama Kembali, sebuah ungkapan yang mungkin sudah dipendamnya sejak saat melihat mamanya pergi meninggalkan dia dan papanya.

Tidak semua orang bisa sekuat dan sehebat Zhang Da dalam mensiasati kesulitan hidup ini. Tapi setiap kita pastinya telah dikaruniai kemampuan dan kekuatan yg istimewa untuk menjalani ujian di dunia. Sehebat apapun ujian yg dihadapi pasti ada jalan keluarnya...ditiap-tiap kesulitan ada kemudahan dan Allah tidak akan menimpakan kesulitan diluar kemampuan umat-Nya. Jadi janganlah menyerah dengan keadaan, jika sekarang sedang kurang beruntung, sedang mengalami kekalahan.... bangkitlah! karena sesungguhnya kemenangan akan diberikan kepada siapa saja yg telah berusaha sekuat kemampuannya.

Sumber : www2.kompas.com, surat-surat anda,22 Juli 2006 (Aku Mau Mama Kembali - Sebuah kisah teladan dari negeri China
(Cicilia-China)

Salam Boy