Ayo gabung Neobux ! anda dibayar untuk tiap iklan yang anda klik

Kamis, 30 Desember 2010

Siapa bilang saya tidak nasionalis??

Menggelitik rupanya bagi seorang Panji, pemuda kelahiran sebuah desa di ujung Pulau Jawa bagian timur ketika dia mendengar seorang anak kecil bertanya kepadanya “Wasior itu Indonesia??”. Ya dengan adanya televisi yang menjangkau wilayah pedesaan maka seperti kita memiliki kaca pembesar yang mampu memperlihatkan kepada kita, hal-hal yang semula tersembunyi.

Banyak penjelajahan yang dilakukan oleh industri media ini hingga ke pelosok tanah air, sehingga semakin membuka wacana kita bahwa nusantara ini begitu luasnya. Tentunya semakin luas wilayah maka semakin kaya akan potensi yang dimilikinya. Entah siapa yang paling bertanggung jawab atas pemersatuan nusantara ini, Gajahmada, mahapatih Majapahit yang melakukan penaklukan nusantara lewat Sumpah Palapa atau bangsa Belanda yang mampu diangkat oleh para pendiri bangsa sebagai musuh bersama yang membangkitkan semangat kebersamaan.

Kita patut berbangga pada generasi tua kita yang telah berjasa menyatukan nusantara dari daratan Aceh hingga Tanah Papua. Ada ratusan suku, ribuan bahasa dan jutan species yang numpang hidup di ibu pertiwi ini. Tak mudah jalan yang mereka tempuh untuk membangun negeri ini. Hanya orang2 yang memiliki visi dan kegilaan yang luar biasa yang mampu melakukannya,…

Sebagai seorang pemuda yang lahir pada masa kini, Panji dibesarkan oleh penuturan sejarah bangsa ini dari orang tuanya, guru dan buku-buku karena memang dia bukan pelaku sejarah awal perjuangan bangsa ini. Maka sebagaimana pemuda yang lain, dia masih agak bingung dengan rasa nasioanalisme. Ini soal rasa bukan sekedar kata-kata bahwa saya cinta tanah air. Seperti tak ada yang menuntut bahwa Panji harus mencintai Indonesia, sebagaimana kekasih Panji yang sedang berada di kota lain yang selalu menuntut Panji untuk mencintainya dan setia padanya. Karena adanya tuntutan itulah yang senantiasa diucapkan berkali-kali dan adanya rasa yang sebaliknya maka cinta itu tumbuh subur kian hari. Ya itulah itulah Panji, tiba2 angannya melayang2 karena pertanyaan anak kecil tadi, memikirkan betapa luasnya Indonesia dan betapa susahnya perjuangan para pendahulunya,..Hingga dia membuat kesimpulan kalau bukan cinta yang menggerakkan mereka untuk berjuang, apalagi??

Tak ada yang menuntutnya untuk mencintai bangsa ini, dia terlahir begitu saja, kemudian tumbuh menjadi anak2, bermain, belajar kemudian tumbuh dewasa dan menyukai lawan jenis, sekarang Panji telah lulus kuliah, bekerja di sebuah perusahaan bagus, memiliki seorang kekasih yang siap dinikahi. Hidup yang menyenangkan rupanya. Tak ada yang salah, Panji dulu juga aktif di organisasi kemahasiswaan, sering ikut kegiatan, dan sebagai pemeluk Islam yang baik, dia menjalankan ajaran agamanya semampunya dengan penuh kegigihan, termasuk di dalamnya berinfaq dan membayar zakat sebagai kewajibannya. Dan membayar pajak tentunya lewat perusahaannya,…hehehe.

Hingga pertanyaan menggelitik hatinya, apakah saya ini orang yang mencintai Indonesia, kalau iya, apa buktinya?? Sering waktu kecil dulu, berulang kali dalam pelajaran sejarah, gurunya mengatakan perkara cinta tanah air, hingga ketika kuliah sering mendengar kata nasionalisme,…Tapi Panji-pun sampe saat ini belum bisa menjawab pertanyaan seberapa nasionalis-kah dirinya. Walau begitu kadang darahnya sempat naik ketika pernah ikut berdemontrasi kala mahasiswa dikatakan sebagai mahasiswa yang tidak memiliki rasa nasionalisme. Siapa bilang saya tidak nasionalis??

Pertanyaan yang bagi Panji kadang muncul ditengah derita bangsa ini karena bencana alam yang seolah tidak mau pergi, pengkhianatan oleh anak2 bangsa ini, darah saudara kita yang tertumpah di negeri orang, dan lain banyak hal yang bangsa ini membutuhkan kegigihan anak2 bangsa untuk kembali memperoleh kejayaan dan kesejahteraan sebagaimana para pendahulunya merebut kemerdekaan bangsa ini.

Sebuah pertanyaan besar untuk seorang biasa, Panji serta jutaan pemuda termasuk kita yang mungkin saja bernasib lebih baik atau tidak lebih baik dari Panji.

A Addy Saputra (Boy)



Selasa, 16 November 2010

Ketika Presiden Amerika Menggantikan Bonanza..

Pengantar :

Posting ini adalah salinan utuh dari tulisan Bpk.Muhaimin Iqbal di geraidinar.com , praktisi ekonomi syariah,blogger,dan tinggal di Depok.Dalam posting ini, semoga kita dapat mengambil manfaatnya terkait dengan kebijakan ekonomi Amerika.

Salam,
Luqman Setiawan

Ketika Presiden Amerika Menggantikan Bonanza...



Pada awal tahun 1970-an ketika televisi di rumah saya di kampung masih ditonton orang sekampung, penonton selalu mbludak pada saat penayangan film cowboy Bonanza. Ternyata bukan hanya di Indonesia, di negeri asalnya sendiri – Amerika – serial televisi tersebut juga sangat popular. Maka, mumpung mayoritas orang Amerika lagi di depan televisi – pada suatu malam di tanggal 15 Agustus 1971 – Presiden Amerika waktu itu Richard Nixon – muncul menggantikan episode Bonanza yang di tunggu-tunggu rakyat Amerika.

Pesan penting yang disampaikan Nixon waktu itu ternyata tidak hanya mengejutkan rakyat Amerika – tetapi juga mengguncang ekonomi dunia – sehingga sampai saat ini kejadian tersebut dikenal sebagai Nixon Shock – kejutan Nixon. Sejak saat itulah Dollar yang seharusnya bisa bebas ditukar kembali dengan emas dengan nilai tukar di kisaran US$ 35 – US$ 40 /Oz, menjadi tidak bebas lagi dan tidak ada lagi patokan nilai penukarannya. Pelepasan kaitan US$ dengan emas inilah yang kemudian merombak secara total tatanan keuangan dunia dan melambungkan harga emas hingga kini.

Selama 40 tahun sejak kaitan US$ dan emas dilepas, harga emas-pun melonjak sekitar 40 kali-nya yaitu dari US$ 35/Oz ke US$ 1,400/Oz. Namun bukan hanya kenaikan harga emas dalam jangka panjang ini saja yang diubah oleh kemunculan Nixon yang menggantikan Bonanza tersebut diatas, tetapi secara filosofi uang dunia telah berubah total dari sesuatu yang riil menjadi sesuatu yang semu.

Seolah seperti disengaja, sejak saat itu orang melihat US$ seperti melihat Bonanza atau serial televisi lainnya. Semua penonton tentu tahu bahwa apapun yang ditayangkan oleh televisi di film-film seperti Bonanza tersebut adalah sesuatu yang semu, rekaan semau-maunya oleh sang sutradara – namun tetap saja penonton begitu menikmatinya.

Maka demikian pula dengan US$ ( atau mata uang kertas lainnya), nilainya dengan mudah semau-mau-nya dimainkan oleh pemegang otoritas di masing-masing negeri, tetapi kita semua tetap begitu mempercayai dan menyukainya. Masyarakat dunia tahu bahwa the Fed-nya Amerika misalnya barusan mencetak uang dari awang-awang dengan istilah keren Quantitative Easing - yang berarti seluruh pemegang US$ dirugikan dengan daya beli yang menurun – sebagai ‘penonton’ tetap saja tidak ada yang protes dan tetap saja menikmatinya.

Yang lebih mendasar lagi, uang yang bernilai semu yang dijaman modern ini di trigger oleh Nixon Shock tesebut diatas – kini telah mempengaruhi seluruh aspek kehidupan kita – ikut-ikutan menjadi semu pula. Krisis 1997/1998 di Indonesia misalnya, telah tiba-tiba menciptakan keunggulan competitive yang semu bagi kita – karena tanpa pencapaian apapun – kita tiba-tiba bisa membalik dari defisit di neraca perdagangan menjadi surplus.

Petinggi-petinggi Amerika sampai presiden-nya sekalipun, tidak henti-hentinya menekan China agar menaikkan nilai tukar mata uangnya sehingga ekspor Amerika bisa meningkat dan impor dari China menurun. Sebaliknya China juga tidak dengan mudah mau menaikan nilai mata uang-nya karena bila ini dilakukan akan membunuh daya saing export-nya.

Dengan mata uang yang semu tersebut, daya saing export suatu negara yang seharusnya ditentukan oleh efisiensi industri, inovasi, competency , creativity dan lain sebagainya tereduksi fokusnya menjadi seolah hanya tergantung pada tinggi rendahnya nilai tukar mata uang negara yang bersangkutan.

Solusi yang semu tidak bisa menyelesaikan masalah yang riil, maka kita tidak harus terlena dengan tontonan ‘Bonanza’-nya Amerika. Bersama-sama sebagai bangsa kita harus secara riil berkarya yang unggul, membenahi segala macam peraturan yang menghambat usaha, menekan biaya produksi dengan inovasi dan bukan menekannya dengan ongkos buruh yang rendah.

Kalau toh nilai tukar Rupiah jatuh terhadap US$ ataupun sebaliknya meningkat tajam terhadap US$, janganlah tontonan ‘Bonanza’ ini menjadi fokus kita. Problem kemiskinan dan pengangguran kita adalah riil, maka hanya solusi riil yang kita butuhkan. Wa Allahu A’lam.

Di-update pada Senin, 15 November 2010 08:51 author : Muhaimin Iqbal

Kamis, 11 November 2010

Obama Pulang Kampung

”Sate..Bakso..enak ya!” Tentunya kata-kata ini akan selalu terngiang di telinga kita. Kata-kata yang keluar dari orang nomor satu di sebuah negara adidaya. Masih ada kata-kata lainnya, seperti ”Indonesia adalah bagian dari diri saya” atau ucapan ”Assalamualaikum” di awal dan di akhir pidatonya. Semuanya pasti memberikan kesan baik bagi beberapa kalangan (yang tentunya juga ada beberapa kalangan lainnya yang menganggap ucapan-ucapan itu hanya kamuflase untuk memikat dan mendapatkan simpatik).

Itulah realita yang kita lihat pada saat om Barry Obama ’pulang kampung’ ke Indonesia kemarin. Walaupun Jakarta harus macet karena beberapa ruas jalan ditutup dimana-mana, dan seluruh orang dari berbagai kalangan seperti dosen, pengusaha, pejabat tinggi, dokter, bidan, karyawan hingga mahasiswa dari berbagai daerah rela berjubel-jubel antri untuk masuk ke Gedung Balairung UI sejak pukul 7 pagi demi menyaksikan kuliah umum Obama,dan saya pribadi juga harus merasakan akibat yang disebut ”Obama’s Coming Unfairness” di tempat saya bekerja, namun kedatangannya membawa harapan yang besar bagi bangsa kita. Pidato yang memukau dengan isi yang memunculkan harapan baru bagi setiap orang yang mendengarkan, serta dikemas dengan tampilan yang mempesona membuat semua orang tidak ingin menoleh sedikitpun dari seni panggung yang dibawakan oleh orator ulung ini. Semoga apa yang disampaikan oleh om Barry kemarin dapat dia buktikan, dan dapat menjadi contoh teladan bagi pemimpin negara lainnya. Amiiin....

Fida Meilini
SEA’99

Kamis, 04 November 2010

Sebuah tulisan yang menyentuh dari guru, dosen, atasan, serta sekaligus orang tua bagi saya. Semoga dapat menjadi renungan bagi kita semua, bahwa kita harus bersiap-siap menghadapi masa depan Indonesia dan merubahnya menjadi lebih baik.
Fida Meilini - SEA'99


BERMAIN MATA DENGAN BENCANA (SINDO – 4 NOVEMBER 2010)
RHENALD KASALI

FLIRTING,menggoda atau bermain mata, dengan bencana tampaknya menjadi masalah serius bangsa ini. Bencana,sama seperti lalu lintas di perkotaan, tak pernah tuntas terselesaikan. Ia hanya baru bisa ditangani dengan baik bila manajemen, termasuk manajemen bencana, berada di tangan bangsa ini. Tanpa manajemen bencana Anda hanya akan menyaksikan hal yang sama datang berulang-ulang. Bencana seakan-akan selalu datang tiba-tiba dengan korban ratusan tewas tak dapat diselamatkan. Early warning system tidak bekerja dengan baik dan kalaupun ada selalu diabaikan. Seperti apakah manajemen bencana itu?

Before–During–After
Manajemen bencana terdiri atas tiga fase, yaitu sebelum, selama, dan setelah bencana.Bangsabangsa yang produktif,maju, dan peduli terhadap keselamatan warga negaranya akan fokus pada penanganan ketiganya. Sebaliknya, bangsa yang reaktif hanya fokus pada penanganan pascabencana, yaitu pemberian bantuan kesehatan dan makanan, pembersihan jenazah, penguburan massal,rekonstruksi, dan rehabilitasi. Bangsa-bangsa yang produktif bertindak proaktif dan sangat menghargai knowledge management. Mereka mempelajari tandatanda alam,perubahan-perubahan karakter alam dan cara-cara pencegahan sebelum bencana itu tiba. Berkebalikan dengan itu, bangsabangsa yang reaktif cenderung terlambat bergerak, saling menyalahkan; bukan mengedepankan solusi, melainkan hanya bermain dengan justifikasi. Mereka ini hanya bermain mata dengan bencana, sehingga bencana pun tergoda mendatangi dan mengeruk harta benda dan nyawa manusia. Selama bangsa ini hanya fokus pascabencana saja, hampir pasti hanya rasa frustrasi yang akan datang. Jumlah korban akan tetap sama besarnya.Citra sebagai bangsa yang maju sulit didapat.Jangankan respek, bantuan pun lamalama enggan datang.Nilai manusia yang rendah di mata negara sendiri akan juga diberlakukan rendah di dunia kerja. Lingkaran setan saling menyalahkan jelas harus dihapus hari ini juga. Jumlah korban hanya bisa diatasi jika early warning system hadir dan bekerja dengan baik, konstruksi-konstruksi baru untuk penyelamatan (defence contruction), contingency planning, dan rapid response. Hal seperti ini bisa dengan mudah dilihat di Aceh, tak lama BRR menjalankan tugasnya. Menara-menara penyelamatan dibangun di sejumlah titik, sehingga rakyat dengan cepat dapat dievakuasi pada radius yang dekat. Yang belum kita lihat sampai saat ini adalah mekanisme kerja cepat penanganan bencana. Penanganan ini harus bisa bersifat real-time. Saat bencana terjadi, saat itu juga bantuan tiba. Tidak boleh lagi ada alasan cuaca buruk, ombak tinggi, awan mendung, telekomunikasi terputus, kantor pemerintah daerah ikut terseret gelombang, keluarga aparat pemda ikut tertelan bencana atau alasan-alasan klasik seperti tidak adanya alat angkut yang memadai. Ayo, berpikirlah lebih maju. Kita hidup di tengah-tengah peradaban modern. Payung undangundang penyerahan dana dan bantuan yang bersifat real-time harus segera dibuat. Dalam keadaan darurat, dana tak boleh dijadikan alasan.Ia bisa digeser menjadi prioritas utama. Sekarang yang masih menjadi masalah adalah birokrasi. Saya kira birokrasi Indonesia belum sempat bertobat. Birokrasi jelas harus segera dirampingkan kalau kita ingin bisa segalanya serbacepat.

Persoalan Masyarakat
Manajemen bencana berhubungan erat dengan perilaku manusia. Harap maklum, tanpa pengetahuan yang memadai, manusia lebih banyak mengandalkan intuisi. Rakyat juga sering bermain mata dengan bencana. Manusia punya kecenderungan mengedepankan logika-logika bencana berdasarkan the best story, bukan the best facts. The best story bersifat emosional dan bias sehingga menyulitkan penanganan ke depan. The best story tampak pada bagaimana media mengalungkan simbol keagungan dan leadership pada Mbah Maridjan. Anda lihat sendiri,para pengamat politik dan scientist pun larut ke sana.Padahal kalau Anda kaji lebih rasional, Anda akan menemukan sebaliknya. Mbah Maridjan adalah simbol dari resistance to change dan kealpaan manusia membaca fakta karena latar belakang pendidikannya. Andaikan kearifan perubahan ada pada dirinya, dia tentu akan tetap eksis karena kata kuncinya adalah adaptif, bukan stay in resistance. Apa pun yang dilakukan manusia, bila tanpa manajemen bencana, akan selalu hadir human biases and distortion.Manusia bias karena pengalaman masa lalunya, potensi emosi, serta kealpaannya menghubungkan antara referensi yang dimiliki dengan situasi aktual di lapangan. Manusia cenderung berlebihan (overestimate) terhadap bencanabencana besar yang jarang datang, tetapi mengabaikan (underestimate) insiden-insiden kecil yang datang dan mudah dilupakan. Padahal, kejadian-kejadian kecil itu adalah sebuah ”warning system” yang diberikan alam demi kelestarian manusia. Anda mungkin masih ingat kejadian di Pantai Mai Khao,Thailand, yang dilanda bencana tsunami Desember 2004.Di pantai itu praktis tidak ada turis yang tewas. Padahal jumlah turis asing yang sedang berjemur di pantai sangat banyak. Pasalnya, seorang anak kecil berusia 10 tahun berhasil menyampaikan fakta kepada petugas dan orang tuanya saat ia menyaksikan tiba-tiba air di sepanjang bibir pantai berbuih, lalu airnya surut. Berbeda dengan yang saya dengar di tempat lain, anak ini segera berteriak dan lari diikuti orang tuanya, petugas hotel, dan turis-turis asing. Seminggu sebelumnya,di kelas geografinya, Tilly Smith, gadis berusia 10 tahun asal Inggris itu, baru saja belajar bahwa itulah pertanda tsunami. Di Aceh, ketika air laut tiba-tiba surut dan ratusan ikan menggelepar,para pelancong justru berlarian berebut mengejar ikan. Buat orang di Aceh dan Pukhet, tsunami tak pernah mereka lihat. Bagi mereka tsunami hanyalah mitos. Human biases. Dan terjadilah bencana.Mirip dengan apa yang mungkin ada di kepala Mbah Maridjan.

Aturan Prabencana
Akhirnya, hidup di lingkaran cincin api (ring of fire), mau tidak mau setiap anak Indonesia harus tahu bagaimana menyelamatkan bangsanya dari bencana dan membaca tanda-tanda bencana. Kendati demikian ada lima aturan yang perlu segera ditanamkan. Pertama,jauhkan sikap ”menggoda bencana” dengan kekuatan memahami risiko yang akan dihadapi. Meski datangnya bencanabencana besar di satu titik agak jarang (karena titik itu berpindahpindah), tapi sekali bencana datang probabilitas kerusakannya adalah 100%. Kedua, jangan biasakan menyangkal. Kebiasaan mempertentangkan intuisi dengan ramalanramalan akademik harus segera dijauhkan.Ketiga, bangun pusatpusat penyelamatan dalam bentuk menara-menara pengungsian yang dekat dengan pengungsian, jalan-jalan tembus yang lebar serta pemantauan yang tertata. Untuk daerah-daerah bencana, jelas akses masuk bantuan harus selalu ada dalam keadaan terawat baik. Keempat, beri perhatian pada sinyal-sinyal yang lemah, sekalipun jarang terjadi. Kelima, rampingkan birokrasi penyelamatan sekarang juga. Terakhir, jangan menunda-nunda kegiatan pemberian bantuan dengan alasan atau justifikasi apa pun. Terlepas dari itu semua, manajemen bencana bukanlah subject manajemen pencitraan. Ia murni merupakan anak dari manajemen kemanusiaan yang harus menjadi perhatian manusia dalam peradaban modern.(*)

RHENALD KASALI
Ketua Program MM UI

Kamis, 16 September 2010

Happy Eid Fitr 1431H

Segenap Blogger Sosektaers Unibraw dengan ini mengucapkan
Selamat Idul Fitri 1431 H
Mohon maaf lahir dan bathin jika ada kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak.
Semoga di era baru yang fitri ini kita dapat kembali terpacu untuk berkarya menunangkan kembali tulisan-tulisan yang bermutu.

Happy Sosektaers Unibraw

Post by
Luqman Setiawan

Jumat, 28 Mei 2010

Paid To Click,Neobux ,dan tantangan dunia baru

By Luqman Setiawan

Sambil isi kekosongan blog ini, kali ini saya cuma mau sharing ringan tentang sebuah program di dunia maya yang bernama pay per click yang secara harfiah berarti : kita dibayar atas klik link internet yang kita lakukan.

Salah satu website yang menjalankan program pay per click ini dan cukup sukses dibisnis ini adalah neobux yang saat ini usianya genap 3 tahun.

Bagi Sosektaers unibraw yang belum pernah mengenai betapa legitnya neobux,mari disimak keuntungan anda jika bergabung bersama neobux berikut ini :

Neobux adalah salah satu program PTC (Paid To Click), anda dibayar untuk setiap klik iklan yang anda lakukan di member akun anda di neobux

Anda dibayar $0.01 sampai $0.02 setiap iklan yang anda lihat di neobux

Anda hanya membutuhkan waktu 30 detik sampai 60 detik waktu yang dibutuhkan setiap iklannya di neobux ,bayangkan berapa lama anda tiap hari berhubungan dengan koneksi internet.

Tertarik?? registrasi disini(tidak diperkenankan register via ponsel)

Setelah anda registrasi, neobux akan mengkonfirmasi anda via email

Untuk bisa mendapatkan penghasilan dari Neobux,hanya membutuhkan komputer, koneksi internet dan sedikit waktu.

Cara login (masuk) dan mengklik iklan di Neobux :



Segera masuk kembali ke website NEOBUX (disini)

Klik Login, Pada hal login : isi username, password (sesuai proses registrasi) dan Verification code kemudian klik login

Pilih "view advertisements” pada kanan atas layar anda (pastikan anda sudah login)

# Kemudian klik iklannya & tunggu sampai selesai (iklan di klik satu persatu). Kemudian lanjutkan dengan mengklik iklan berikutnya, dst… Ada 3 iklan yg cara jawabnya : jika ada pilihan OK atau CANCELpada saat anda menutup iklan, pilih CANCEL, kemudian ulangi menutup iklan tersebut

Anda tidak di perbolehkan mendaftar lebih dari 1 (satu) ACCOUNT. Jika anda melakukannya anda akan di BANNED, anda tidak akan bisa lagi mendaftar dan registrasi di NEOBUX

RAHASIA SUKSES DI NEOBUX :
1. Tentunya harus register dulu di neobux disini
2. Rajin klik iklan setiap hari
3. Perbanyak Direct Reff dan Rent Reff
4. Kalo udah yakin, segera upgrade ke anggotaan anda

Semoga bermanfaat,jangan ragu untuk join di Neobux

Jika ada yang ingin ditanyakan silahkan email ke :
luqman.setiawan@gmail.com

Great Day & Viva Sosektaers Unibraw !