Ayo gabung Neobux ! anda dibayar untuk tiap iklan yang anda klik

Selasa, 02 Juni 2009

Bidadari yang Terlupakan

Pentas pemilihan presiden kembali akan digelar, sebentar lagi. Nuansa ambisi untuk memenangkan kursi kepresidenan begitu terasa dari masing-masing pasangan capres-cawapres dan tim suksesnya. Saya kira tidak ada yang bermasalah dengan hal tersebut, justru bagi saya yang sangat aneh apabila ada pasangan capres-cawapres yang tidak memiliki kegairahan memenangkan kontes lima tahunan ini. Ya, tentu saja bagaimana bisa memenangkan persaingan dunia dan tampil kembali sebagai negara besar sementara keinginan untuk mememangkan dirinya saja tidak ada. Saya bukan ahli psikologi tapi bukankah begitu proses kehidupan manusia, seorang anak bagaimana bisa diajarkan berbagi sementara rasa memiliki saja tidak dibangun dulu. Bagaimana bisa menularkan kegairahan membangun bangsa kepada seluruh rakyat sementara kegairahan untuk dirinya saja tidak ada.

Kegairahan pemenangan tersebut tak lepas dari isu-isu sensitif dan populis yang sengaja diangkat ke permukaan. Beberapa isu krusial yang menonjol mungkin adalah isu pemberantasan korupsi pada awalnya, Tetapi kemudian justru berbalik arah arah ke arah ekonomi. Saya tidak tahu siapa yang memulai. Tapi tanpa bermaksud berpihak padanya, maka Prabowo secara sukses mengangkat isu ini sedemikian krusial. Melalui jasa media massa terutama televisi seolah Prabowo ingin membuktikan kesalahan-kesalahan kebijakan ekonomi saat ini dan mengklaim dengan kembali berpihak pada wong cilik masalah kemiskinan bangsa ini bisa teratasi. Mungkin dalam ilmu marketing Prabowo sudah mencapai tahap branding sementara calon lain masih dalam tahap introducing dalam menggunakan media iklan. Dan pada tahap ini masih sendirian dan secara realitas ternyata tak mampu mendongkrak suara Gerindra secara mengejutkan.

Maka isu-isu lain yang berkaitan dengan wong cilik kembali naik popularitasnya tatkala pertempuran SBY dan JK mengenai BLT dan BBM mengerucut menjadi wacana “pematenan” ide atas program tersebut. Merasa tak mampu bersaing ke pentas kepresidenan maka dengan dalih kesamaan platform dengan PDIP maka “perkawinan” paksa Megawati dan Prabowo kembali menawarkan program kerakyatan kepada public.

Dari waktu ke waktu wong cilik dalam pemahaman saya adalah petani pedesaan dan nelayan, masyarakat miskin kota sebagai pelaku ekonomi mikro termasuk buruh dan sekumpulan orang yang kesempatan ekonominya terhambat oleh sistem senantiasa menjadi primadona, layaknya seoarang gadis kampung yang tiba-tiba naik panggung menjadi pementas, ya bidadari cantik yang enak dibicarakan pada masa kampanye untuk menarik simpati.

Sebagaimana saya sampaikan pada awal tulisan saya, maka kegairahan para capres dan cawapres dalam mengangkat isu-isu kepedulian terhadap wong cilik SBY-Boediono dengan image kebapakannya SBY sebagai pengayom, percaya atau tidak itu cukup menyentuh hati rakyat Indonesia yang kurang kasih sayang…hahaha..ditopang image Boediono sang ahli ekonomi. Atau JK-Wiranto dengan image cekatannya dalam menyelesaikan masalah, cepat dan tegas diperkuat dengan slogan lebih cepat lebih baik…mungkin termasuk kampanye duluan..hehe..atau bahkan Mega-Prabowo yang sejak awal memang PDIP selalu menjaga image sebagai partai wong cilik dari dulu, ditopang permainan angka oleh Prabowo dengan menunjukkan alokasi anggaran untuk wong cilik…cukup mengesankan sementara rakyat Indonesia memang seneng duit…hehehe

Hanya saja bahwa pertunjukkan beauty contest para capres-cawapres akan segera mengalami klimaks ketika musim kampanye nanti, dan selesai ketika presiden-wapres terpilih. Wong cilik akan menjadi bidadari yang terlupakan, karena pertunjukkan telah selesai. Roda kehidupan berjalan kembali, disana sini wong cilik harus kembali harus berjibaku berbagi lahan dengan para pemodal besar. Keberpihakan akan menjadi wacana langitan yang jauh di awang-awang…

Dan itu jika terjadi maka tulisan ini menjadi basi kembali karena begitulah adanya dan tulisan-tulisan serupa pada sepuluh tahun yang lalu masih relevan dengan kondisi sekarang. Tidak ada yang istemewa. Tapi bagaimana jika kemudian pada pemerintahan nanti membalikkan semua tesis yang ada, menawarkan kebijakan baru yang lebih berpihak pada wong cilik, kata Mubyarto, ekonomi kerakyatan. Karena selama orde baru dan sampe sekarang kita memang cenderung liberal bukan Boediono saja…hahaha..Tapi memang hebatnya kala orde baru, ibarat kata “roti isi”, luarnya kerakyatan, dalamnya liberal. Masih inget KUD, KUT, KKP, swamsembada pangan, utang negara, IMF, WTO. Jadi besok liberal atau kerakyatan????

Salam Boy

3 komentar:

Anonim mengatakan...

karena itu...
pilihlah sesuai dengan hati dan pikiran murni dan jujur deh... biar ndak nyesel ketika calonnya kepilih atau ndak. semuanya kan sudah menjadi konsekwensi sebagai warga negara yang baik (heheheh)

tri wahyuni'98

Luqman Setiawan mengatakan...

Siapapun Capresnya.
Hidup kita tetap seperti ini sampai kita sendiri yang mau merubahnya.
Jadikan saja momen pencapresan ini sebagai cermin buat kita.
Menangkan diri kita sebagai Presiden bagi diri sendiri.
yang menang dalam pertempuran hawa nafsu.
Karena musuh terbesar adalah diri sendiri.
Memenangkan diri sendiri,akan memenangkan sepanjang hidup kita.

Anonim mengatakan...

Saya jg ga tau pasti apakah salin ejek, saling hina itu apa budaya gkita..bukankah sebenarnya budaya kita adalah tepo seliro, gotong royong, musyawarah mufakat, ramah.
Tapi kemana sekarang semua itu...
apa bener telah terjadi pergeseran budaya, lantas darimana karakter baru itu muncul...yang saya takutkan itu adalah efek samping dari pelaksanaan demokrasi di Indonesia...jd apa mungkin perlu dikaji keberadaan demokrasi di Indonesia, karena sebenarnya demokrasi adalah produk impor...
ato mungkin euforia pelaksanaan demokrasi...karena menurut beberapa ahli kenegaraan dunia, demokrasi dipercaya mampu mengobati permasalahan bangsa2 didunia, seperti parasetamol mampu menurunkan demam...hmmm
Sepertinya ada tulisan khusus yang membahas ini...hayo siapa mau???

salam boy