Ayo gabung Neobux ! anda dibayar untuk tiap iklan yang anda klik

Jumat, 26 September 2008

Apa beda Karyawan dan Kutu Anjing...?

by Fida Meilini

Hello again...Kali ini saya ingin share mengenai artikel yang saya peroleh beberapa bulan yang lalu. Artikel ini menyadarkan saya bahwa sebenarnya banyak diantara kita (tanpa kita sadari) telah menjadi kutu anjing seperti yang diceritakan dalam artikel di bawah. Mari kita simak;

Kutu anjing adalah binatang yang mampu melompat 300 kali tinggi tubuhnya. Namun, apa yang terjadi bila ia dimasukkan ke dalam sebuah kotak korek api kosong lalu dibiarkan disana selama satu hingga dua minggu? Hasilnya, kutu itu sekarang hanya mampu melompat setinggi kotak korek api saja! Kemampuannya melompat 300 kali tinggi tubuhnya tiba-tiba hilang.

Ini yang terjadi. Ketika kutu itu berada di dalam kotak korek api ia mencoba melompat tinggi. Tapi ia terbentur dinding kotak korek api. Ia mencoba lagi dan terbentur lagi. Terus begitu sehingga ia mulai ragu akan kemampuannya sendiri.

Ia mulai berpikir, ”Sepertinya kemampuan saya melompat memang hanya segini.” Kemudian loncatannya disesuaikan dengan tinggi kotak korek api. Aman. Dia tidak membentur. Saat itulah di menjadi sangat yakin, ”Nah benar kan? Kemampuan saya memang Cuma segini. Inilah saya!”

Ketika kutu itu sudah dikeluarkan dari kotak korek api, dia masih terus merasa bahwa batas kemampuan lompatnya hanya setinggi kotak korek api. Sang kutu pun hidup seperti itu hingga akhir hayat. Kemampuan yang sesungguhnya tidak tampak. Kehidupannya telah dibatasi oleh lingkungannya.

Sungguh ironis membayangkan bahwa kita merupakan salah satu ’korban’ seperti yang digambarkan oleh artikel diatas. Tentu semuanya setuju bahwa inilah yang disebut dengan ’pengkerdilan kreatifitas’ (mengutip dari komentar mas Zaki Zamani dalam tulisan mas Siswanto ”Masa Depan Fakultas Pertanian”). Tidak hanya di kampus –seperti yang kita alami di Faperta UB- hal ini juga sering terjadi di dunia pekerjaan. Perusahaan yang menetapkan aturan yang terlalu ketat terhadap karyawannya akan mengakibatkan kemandulan kreatifitas, penurunan motivasi, produktivitas pun terjun bebas dan akhirnya karyawan tidak akan memiliki sense of belonging terhadap perusahaannya.

Banyak pimpinan perusahaan yang memberikan motivasi kepada karyawannya untuk selalu bersikap kreatif dan selalu memunculkan ide-ide baru. Namun ketika kreatifitas dan ide-ide baru itu muncul, ternyata banyak aturan-aturan yang menghadang sehingga kreatifitas itu akhirnya tidak bisa dijalankan dan akhirnya kembali lagi pada rutinitas yang ada –ini yang disebut sebagai benturan dinding korek api-. Hal inilah yang akhirnya membuat karyawan ’mandek’ untuk berkreatifitas, dan pelan-pelan berubah menjadi layaknya kutu anjing dalam artikel diatas. Lebih parahnya, akibat kemandekan kreatifitas tersebut, karyawan akan menjadi orang yang kerdil di dunia luar, yang notabene penuh dengan persaingan ketat dan tuntutan kreatifitas yang tinggi.

Tidak sedikit diantara kita yang mungkin mengalami hal seperti ini di tempat kerja. Kemudian pertanyaan yang timbul adalah....”Lalu sebagai karyawan, apa yang harus kita lakukan untuk menghadapi situasi seperti ini?” Well, mungkin setiap hari kita harus berlatih untuk selalu memotivasi diri, mengerjakan segala sesuatunya dengan senang hati dan berusaha untuk selalu berpikir positif bahwa semua yang kita lakukan adalah untuk peningkatan kualitas diri dan akan memberi hasil di kemudian hari. Tapi timbul pertanyaan lagi....”Saya sebenarnya punya banyak ide, dan kapasitas saya sebenarnya lebih dari ini, sedangkan kantor sangat tidak mendukung, dan resign dari kantor ini sepertinya bukan pilihan yang bagus, trus bagaimana donk?” Salah satu jawabannya adalah berkembanglah di luar kantor. Carilah kegiatan yang bisa menyalurkan seluruh ide serta kompetensi Anda, sehingga kreatifitas Anda tidak akan pernah berhenti, dan yang pastinya ide-ide Anda tersalurkan. (Hehehe...jawabannya udah kayak motivator terkenal blum? Sekedar sharing aja, klo ada yang mo nambahin solusinya alhamdulillah banget, biar banyak masukan buat kita semua).

Solusi diatas minimal memperlihatkan perbedaan antara karyawan dan kutu anjing. Kita masih bisa berkarya di luar kantor, sedangkan kutu anjing dalam artikel diatas -karena lingkupnya yang sangat tertutup dan tidak punya kemampuan untuk keluar dari kotak- membuatnya menjadi kerdil.

Artikel ini dapat berlanjut apabila seluruh teman-teman dapat memberikan ide yang menarik untuk mengatasi permasalahan diatas. Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat memancing sensitivitas kita dalam melihat kehidupan sehari-hari khususnya di lingkungan kerja.

Be a success one..
FM. 25.09.2008
Untuk sosektaers-ub.blogspot.com

3 komentar:

Anonim mengatakan...

Mbak Fida yang energi dialektikanya makin luar biasa....

Saya mau urun rembug berkaitan dengan postingan mbak kali ini.
Saya khawatir,jangan2 malah sudah banyak diantara kita yang "lebih buruk" dari kutu anjing.Pertama,karena banyak diantara kita yang kurang bersyukur atas segala limpahan nikmat dan karunia yang Allah berikan.Kedua,akibat dari yang pertama;menjadi rendah diri,dan lari dari realitas kehidupan.ujung2nya,hidup hanya menjadi beban bagi orang lain,bahkan lebih parah lagi;menjadi bagian dari masalah.Untuk melawan kedua hal diatas,blog sosektaers ini hadir menjadi semacam alat terapi dan katalisator bagi penguatan kejiwaan dan kepercayaan diri bagi kita semua.Karena,ilmu adalah warisan terakhir dari orang2 beriman untuk terus hidup sehat dan seimbang dengan akal dan pikirannya.Maka,sejauh akal dan pikiran kita masih terus digunakan untuk menyebarluaskan ilmu di muka bumi maka sepanjang jalan kehidupan yang kita lalui itulah kebahagiaan tersaji dalam setiap denyut nadi kita.Karenanya,saya himbau buat all Sosektaers yang telah bergabung,atau baru mulai gabung dalam blog ini...mulailah posting opini teman2 sekalian di sini...Insya Allah...sedikit banyak akan membantu teman2 untuk keluar dari cangkang rutinitas sehari-hari...coba'in deh.....

Anonim mengatakan...

Dear Fida,

Faktor apa sih yang memberikan pengaruh terbesar bagi perkembangan kualitas manusia.
Yang terbesar adalah faktor lingkungan disekitar kita.
Jika elang bergaul dengan ayam maka dia akan jadi seekor ayam. Dan si elang yang bergaul dg ayam akan memandang takjub melihat elang yang terbang diangkasa padahal dia juga elang???
Jika kita berada di lingkungan yang sombong maka praktis kita akan menjadi orang sombong juga.
Saya pernah mengirimkan artikel yang menarik tentang gelas dan kopi.
Kebanyakan orang mengejar gelas yang wah dan aduhai, padahal yang menentukan rasa yang enak adalah kopinya. Jadi kopi itu manifestasi kita dan gelas adalah manifestasi lingkungan. Jadi marilah kita mengejar kualitas diri kita jangan terjebak dengan yang lain.
Jadi marilah kita isi blog ini dengan ide2 yang meningkatkan kualitas hidup kita....
Ayooo..

dwi mengatakan...

Dik yang manis, sebenarnya pengkerdilan atau apapun itu istilahnya, hal ini sudah biasa terjadi di manapun baik sadar atau tidak terlebih di kantor-kantor pemerintahan, yang biasanya disebabkan oleh peraturan dari Departemen terkait.
Jadi sesuatu yang dapat kita ambil sebagai langkah untuk mengatasinya adalah mengembangkan kreativitas, daya pikir dan imajinasi di luar tempat kita bekerja (biasanya mungkin hanya sebagai pencarian suasana baru).
Misalnya membuka internet,membuat blog, memasarkan sesuatu, atau berorganisasi (contohnya LSM), jadi kartunis atau menulis cerpen()
Dengan hal tersebut diatas mungkin bisa dijadikan jalan keluar.
Mencari ilmu, pengalaman atau sekedar hiburan untuk mengisi/ mewarnai hidup dapat kita peroleh dimanapun dan kapanpun,yang penting sudah berusaha semaksimal mungkin dan selanjutnya doa kepada Tuhan agar semuanya berjalan dengan baik, karena hanya dengan kehendaknya apa yang terjadi di dunia dipastikan (berjalan sesuai dengan kehendak-Nya)
salam manis
dari dwi