Ayo gabung Neobux ! anda dibayar untuk tiap iklan yang anda klik

Jumat, 20 Maret 2009

lanjutan TEMU ALUMNI

tuh kan...dibilang bukan panitia pastinya ada yang kelupaan hihihihi...


by the way, konfirmasi transfer n kehadiran diminta sms :

namajurusan/prodiangkatannominal transferBCA/MANDIRI

kirim ke 08170504001


cheers

hesthi
(jangan tanya ini undian berhadiah ato bukan as....i dont care :D )

PENGUMUMAN TEMU ALUMNI SOSEK

Mohon kehadiran teman-teman pada :

Hari : Sabtu, 28 Maret 2009
Pukul : 10.00 WIB
Tempat : Gazebo FPUB
Acara : Sarasehan dan Temu Alumni FP Angkatan '96-'03


kontribusi minimal Rp.50.000,- per orang, transfer ke:

1. Bank BCA
no. rekening 4480193101

atau

2. Bank Mandiri
no. rekening 1440006727447

a.n Bayu Adi Kusuma



cheers

hesthi
(bukan panitia, cuman nyampein doank, jadi jangan tanya cos it'd be useless :p)

Kamis, 19 Maret 2009

Masih Bicara Politik

Membicarakan persoalan politik terkadang memang lebih mengasyikkan dilakukan di pinggiran jalan, terminal, café, warung kopi atau segala tempat yang tidak menuntut banyak aturan. Lebih terasa natural, mengalir deras, seperti serangan zionis Israel kepada Palestina. Adu argumenpun terasa lebih hidup, bertahan pada argument masing-masing, sekuat semangat intifada bocah-bocah Palestina mempertahankan tanahnya. Tengok saja pembicaraan persoalan politik pada diskusi tingkat tinggi di seminar-seminar, workshop, istana negara, gedung parlemen, atau segala tempat yang berbirokrasi tinggi. Banyak kesimpulan yang dihasilkan tak lebih dari sekedar analog pada sebuah barang yang mudah didapat tetapi tak terjangkau daya deli masyarakat.

Bagaimana tidak ratusan seminar, ribuan workshop, puluhan sidang paripurna dilaksanakan tapi banyak juga yang mati-matian menolak, membuat seminar tandingan, menggelar demo, gerakan ekstra parlementer, istilah kerennya. Jika ada aksi tentu ada reaksi, dual control, apalah istilahnya, dalam politik, ada oposisi mungkin. Beberapa kasus di daerah misalnya, sebagai contoh seorang walikota dari partai A, dan karena sistem pemilihan langsung, maka dia terpilih sementara partai A bukan pemenang pemilu atau partai besar. Apalagi pengukuhan kemenangan melalui proses hukum karena sengketa..Alhasil dapat ditebak, susah sekali pasti si walikota membuat kebijakan pasti selalu ditolak oleh parlemen atas nama oposisi.

Saya juga tidak tahu apakah kegilaan orang-orang atas demokrasi itu yang menyebabkan itu, atau karena kurangnya pemahaman tentang demokrasi. Karena bagi saya demokrasi memang tidak bisa dipahami. Yang besar yang menang. Itu saja bagi saya. One man one vote. Satu suara Habibi sama dengan satu suara Ryan sang jagal dari Jombang. Bagaimana tidak ketika negeri ini terkungkung dalam sebuah rezim tirani maka hampir dapat dipastikan setiap orang yang merasa paham meneriakkan kebebasan, demokrasi pilihannya. Dan saya yakin pula bahwa demokrasi adalah produk impor. Tetapi ketika demokrasi memenangkan hati sebagian besar masyarakat kita, teman-teman kita yang merasa paham tadi kembali meneriakkan untuk tidak menggunakan hak pilihnya pada pemilu, dengan dalih tak ada calon wakil yang layak.

Seperti yang saya bilang diatas tadi emang lebih berbicara politik di warung kopi daripada di gedung parlemen. Bebas. Tak ada aturan yang mengikat. Pemilu dengan segala aturannya adalah produk demokrasi, di negara manapun juga begitu, tetapi semua itu mengikat. Wakil rakyat terikat dengan partai politik, setiap partai politik terikat dengan konstituennya, begitu terus, interaksi terjadi, harmonis, berkhianat, rujuk lagi dan terus begitu. Tidak enak tentunya. Lebih enak kalau berbicara di luar sistem, di seberang jalan, berteriak tanpa ikatan apapun. Tak ada tekanan. Lebih keren kalau mengatas namakan rakyat. Dalam demokrasi yang boleh mengatas namakan rakyat hanya yang memiliki kontituen. Jadi kalau anda bersama sekelompok orang berdemo maka sebenarnya anda menyuarakan kelompok anda. Itu sah saja dalam demokrasi.

Kita harus menerima kenyataan pahit ini, bahwa ketika kita mempercayai demokrasi tetapi tidak pada sistemnya. Bagaimana demokrasi diagungkan sementara produknya dicela. Wakilnya tak ada yang layak. Sebagian berpendapat itu masalah moral, karakter masyarakat pengguna demokrasi. Jadi pertanyaan sederhananya, apakah demokrasi bisa dilaksanakan jika semua penduduk negeri ini telah bermoral, sehingga pasti caleg-nya bermoral? Kalau jawaban iya kapan itu terjadi, yang jelas bukan sekarang bagi sebagian orang. Berarti kita ganti saja demokrasi ini dengan sistem lain….

Tapi apa semudah itu, penggagas demokrasi negeri pasti tidak terima, anak-anak Heraclitus (pencipta demokrasi) akan mati-matian mempertahankannya. Coba renungkan kembali ungkapan Plato Dalam The Republic, Plato menyuguhkan sebuah analogi bagaimana para awak sebuah kapal berebut ingin menjadi nahkoda kapal meskipun mereka tidak pernah belajar tentang navigasi. Bagaimana mungkin kaum yang awam tentang kapal, musim, langit, bintang dan angin bisa dipercaya menahkodai sebuah kapal, inilah sindiran Plato.

Lha terus bagaimana, negeri harus cepat bertindak. Anak-anak bangsa ini membutuhkan makan, sekolah murah, kesehatan gratis biar bisa menatap dunia ini dengan kepala tegak. Betapa tidak enaknya menjadi Negara terjajah selam lebih dari 350 tahun dan 64 tahun menjadi Negara inferior. Menjadi buruh di ladang sendiri. Kebiasaan yang tidak puas pada sesuatu kemudian membuat tandingan harus segera di akhiri. Sebagai politisi tidak puas di partai A bikin partai B, tidak lolos verifikasi golput. Sebagai konstituen tak cocok partai A, pilih B tidak masalah, tapi kalau dari partai A – Z tak cocok, golput aja. Dalam demokrasi adalah hak setiap warga Negara untuk berekspresi, saya kira kita harus bijak dalam menggunakan hak itu. Memilih atau tidak.

Secara pribadi bagi saya, tidak menggunakan hak pilih dengan lebih memilih golput adalah mengada-ada. Kalau dalam kehidupan sehari-hari saja kita bisa sedikit berkompromi dengan perusahaan tempat kita bekerja, dengan istri kita, rekan kerja kita, tetangga kita, anak-anak kita, sahabat kita hanya supaya kita tetap gajian, tetap beristri, tetap berteman, kenapa untuk Negara ini tidak ada sedikit kompromi pada partai politik beserta calegnya. Bayangkan bila semua kita pandang menurut kacamata kita. Saya yakin anda tidak punya tempat kerja, tidak beristri, tidak punya teman, karena tentunya tak ada yang bener-bener cocok dengan kita. Sekarang ada berapa ratus caleg, masih ga ada yang layak, bagus, cocok minimal kenal, atau jangan-jangan mengkerdilkan pandangan kita dan memilih bersembunyi di balik opini yang karena beberapa fakta kebobrokan wakil rakyat kita. Jika memang harus bepergian dengan mobil bersama kawan-kawan dan tak ada yang berpengalaman jalan jauh, minimal bisa dipilih sopir yang paling duluan bisa nyetirnya, kalau salah jalan,kita juga ikut melek, jadi bisa mengingatkan, kalau cape, ganti aja.

Mungkin cara menarik kesimpulan saya terlalu sederhana tapi seperti saya sampaikan bicara politik di seberang jalan lebih menarik…Seperti disini..he..he..Dan sekali lagi demokrasi adalah alat semata untuk mencapai tujuan masyarakat berKeadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Kalau menyimpang dari tujuan ya ganti. Minimal kita memenangkan sistem demokrasi ini, perkara nanti ganti, perkara kedepan.

Salam Boy

Jumat, 06 Maret 2009

Tentang Alm. May...

Inaillahiwainaillahi Rojiun...

Itu kalimat pertama yang saya ucapkan ketika mendengar berita meninggalnya salah seorang sahabat kita, Maemunah ,98 atau yang lebih akrab dikenal dengan nama May. Berita itu sampai kepada saya di Kalimantan Timur ini dari seorang sahabat bernama Shanti' 98.

Entah apa perasaan apa yang saya rasakan saat itu. Kaget, sedih, galau berkecamuk jadi satu dalam hati saya. Memori pikiran saya kembali membuka lembaran lama akan sosok May.

Pertama kali saya mengenal May, saat kami mengambil satu mata kuliah yang sama. awalnya saya pikir May seorang pendiam dan tidak mudah bergaul. Terlihat karena jarangnya May ngobrol dengan teman-teman lain. Apalagi karena saat itu May dan beberapa teman dari ambon adalah mahasiswa pindahan dan salah satu universitas di Ambon ke universitas Brawijaya karena kerusuhan di Ambon.

Namun, presepsi awal saya tentang May berbeda dengan pertemuan-pertemuan kami selanjutnya. May ternyata adalah seorang sahabat yang ramah, menyenangkan dan friendly. Terbukti dari obrolan kami yang nyambung walaupun kami jarang bertemu.

Salah satu memori yang paling sangat saya ingat yaitu tentang komentar dia mengenai Glen Fredly. Itu lho penyanyi nyong Ambon yang punya suara emas yang sekarang jadi misua Dewi Sandra.

Mengapa tentang Glen? Cerita begini. Suatu ketika saya maen-maen ke tempat Santi’98, sahabat saya yang juga satu tempat tinggal sama May. Iseng-iseng saya maen ke kamar May yang bersampingan dengan kamar Shanti. Saat itulah May lagi dengarin kasetnya Glen. Kebetulan Glen waktu itu masih pendatang baru di dunia music. Berhubung saat itu saya memang jadul banget sama namanya music.

Dengan polosnya saya nan yain siapa penyanyi lagu tersebut. Kok kayanya baru dengar ya lagunya? Hehehe…

Eh, may tanpa di komando langsung deh promosiin si Glen, dari suaranya, sosoknya,lagunya sampai segala macem deh. Terlebih Glen kan juga dari Ambon, jadi pas deh paket promosinya.

Berhubung saya juga senang dengarin suara Glen saat itu, saya jadi setuju deh dengan promosi may. Apalagi pas May bilang kalau dia yakin banget kalau Glen bakal jadi salah satu penyanyi pria yang di perhitungkan di Indonesia. Saya manggut-manggut aja setuju.

Dan ternyata benar juga predisi May, kalau Glen ternyata bisa meroket naman ya di blantika music Indonesia. Apalagi dengan lagunya “Pantai Cinta” yang sampai saat ini jadi salah satu favorit love song saya.

Cerit a lain tentang May yang paling membekas, saat May bercerita tentang kondisi Ambon saat itu yang memang lagi kerusuhan. May bercerita banyak tentang keluarganya dan terutama kondisi di sana. Benar-benar cerita nyata dan fakta yang bikin tidak bisa tidur semalaman. Terlebih waktu dia cerita tentang banyaknya kejadian nightmare yang bikin sport jantung sekaligus menangis sedih mendengarnya. terlebih kalau memang benar-benar jadi saksi hidup disana seperti May dan teman-teman dari Ambon lainnya.

Sampai sekarang saya masih ingat ngobrol sama May. Terkadang sampai tertawa lepas. Dan saya jujur sampai saat ini tidak menyangka kalau May bakal mendahului kita semua.


Kembali cerita tentang May, dalam lubuk hati yang paling dalam saya dan keluarga turut berduka cita dan berdoa agar arwah may dapat di terima di sisi Allah SWT. … Amin..

Selamat jalan May…
Selamat Jalan Sahabatku…


dari : Tri Wahyuni'98

CERITA ANAK RANTAU

Membuka mailing list teman2 seperjuangan dirantau yang sedang seru membahas kasus mahasiswa indo di singapura, membuat saya dan teman2 terhenyak bahwa kasus tersebut hanya sebagian kecil dari berbagai kasus percobaan bunuh diri di singapura oleh para mahasiswa. menurut salah satu tulisan di multiply yang dikutip seorang teman dari kompas bahwa beberapa dari mereka pernah berupaya melompat dari kereta yang sedang berjalan atau berusaha memukulkan kepala mereka ke kaca jendela. "Stress" adalah kata yang tepat menggambarkan keprihatinan kami kepada mereka, yang mana "stress" inilah yang kami pula rasakan sebagai mahasiswa yang menuntut ilmu dinegara maju.

Membuat saya menjadi flashback kehidupan saya, keluarga dan teman-teman lain semasa menuntut ilmu dinegeri orang. kehidupan yang terjamin, pemenuhan kebutuhan anak dan suami atau istri secara gratis, dan kemudahan akses yang diberikan oleh negara-negara maju tersebut, harus kami bayar mahal dengan tuntutan yang melebihi dari mahasiswa-mahasiswa yang berasal dari negara mereka sendiri, tanpa melihat kemampuan otak dari kami masing-masing sebagai individu. tak sedikit pula teman-teman yang dipulangkan tanpa gelar atau dengan gelar seadanya karena tak mampu memenuhi tuntutan universitas dimana mereka belajar. Teringat kembali upaya saya pribadi yang bisa dikatakan, kepala jadi kaki, kaki jadi kepala, rutinitas yang selalu dimulai jam 3 pagi setiap harinya, dan baru selesai jam 10malam dihari yang sama, hanya untuk memenuhi tuntutan belajar dan nilai yang bagus tanpa harus mengesampingkan posisi saya sebagai ibu dan istri dari keluarga saya. Teringat pula ketika saya masih baru disana, kaget dengan sistem dan tuntutan yang ada, dititik kulminasi yang sudah tidak terbendung lagi,saya terduduk dilantai kamar, menangis sejadi-jadinya, merasa saya bodoh dan tidak layak untuk bersekolah yang lebih tinggi lagi, kepikir untuk pulang kembali saja, dan membuka usaha dirumah seadanya, jika seandainya keluarga terutama suami saya yang menyemangati saya bahwa saya bisa menaklukkan segalanya kala itu. Teringat saya sering duduk melamun dibus kearah kampus atau pulang kerumah, takjub pada diri saya sendiri, kok bisa ya saya setegar ini?? kenapa waktu itu juga tak kepikiran untuk bunuh diri ya?? naudzubillah... ah mungkin karena saya masih suka sama Char Kwe Tiaw-nya Timmy's Kitchen atau waktu itu belum sempat nyobain steak nyuss-nya Hog's Breath Cafe :D .....

Yah...diambil segi positifnya, tanpa tempaan-tempaan itu, saya tidak akan bisa menjadi diri saya yang sekarang, apalagi tanpa dukungan keluarga. Akan tetapi, hal ini bisa menjadi cerminan orang-orang kita dinegara sendiri bahwa hidup di rantau tidak selalu enak seperti yang mereka kira. Sifat euphoria orang-orang kita perlu dihapuskan, stop berkata "aih...enak ya diluar negeri, gaji tinggi, hidup terjamin, bla bla bla...." atau "wah...beruntung sekali bisa keluar negeri...: ya mungkin kami ini beruntung bila dibandingkan dengan berjuta-juta orang indonesia yang ingin menempuh pendidikan diluar, akan tetapi perlu diingat bahwa dibalik itu semua ada pengorbanan dan tuntutan yang begitu besar yang mana tidak semua dari kita bisa menghadapi dan memenuhinya dengan tegar dan lancar. karena semua itu tergantung pada kekuatan diri kita masing-masing.


cheers

hesthi

Minggu, 01 Maret 2009

nasi bakar

Mumpung hari minggu, waktunya agak panjang bwt istirahat....
kita masak2 yuk....
ini menu favorit keluarga saya nih..
NASI BAKAR PINDANG...mantap......





Nasi Bakar Pindang Tongkol


Bahan :

1. 200gr daging pindang ikan tongkol yg udah disuwir2
2. 1 ikat daun kemangi, ambil daunnya dan 1 ikat daun ketela muda ambil daunnya
3. 3 tangkai serai, iris tipis bagian putihnya
4. 7 lembar daun jeruk, potong-potong
5. 100 ml santan dari 1/2 butir kelapa
6. 850 gr nasi putih pulen bisa juga pake nasi merah kalo pengen lebih menarik
7. 2cm lengkuas, iris halus
8. 4 lembar daun salam
9. 2 sdt garam
10. 3 sdm minyak untuk menumis
11. Daun pisang untuk membungkus dan lidi

Haluskan :

1. 1 sdt ketumbar sangrai
2. 6bh bawang merah
3. 3 siung bawang putih
4. 3cm kunyit
5. 1/2 sdt gula merah
6. 1/2 sdt merica
7. 1cm jahe
8. 2 batang serai ambil putihnya saja

Cara membuat :

1. Tumis bumbu halus, daun salam. daun jeruk, lengkuas dan serai sampai harum
2. Tambahkan daging pindang tongkol, aduk hingga berubah warna.
3. Masukkan nasi dan santan, aduk hingga bumbu meresap dan matang
4. Taburkan daun kemangi dan daun ketela, aduk rata dan matikan api
5. Sendokkan ke daun, semat dengan lidi dan bakar di atas bara api sampai harum
6. Bisa jadi 6-7 bungkus nasi bakar


jadi deh... selanjutnya silahkan menikmati....

gambar sudah ditambahkan ayam dan tempe...hehehe bonus tuh
rachman

Caleg DPR-RI orang Jakarta Semua?

Anda masih pernah nonton TVRI (Televisi Republik Indonesia)? Mungkin diantara kita sudah tidak pernah menonton TVRI, jika adapun jarang, saya-pun demikian. Mungkin saya baru nonton TVRI jika tontonan di TV yang lain sudah tidak menarik atau menjemukan. Hal ini beda dengan 20 tahun yang lalu ketika belum adanya TV swasta macam RCTI dan SCTV, TVRI adalah satu-satunya TV di Indonesia. Beberapa bulan yang lalu saya kebetulan menonton TVRI, ada sebuah acara monoton yang sebetulnya tidak menarik tapi tetap saya lihat. Acara apakah itu? Yaitu acara pengumuman daftar Calon tetap anggota DPR-RI. Acaranya menyebutkan satu-persatu caleg dari berbagai partai politik sesuai dengan daerah pemilihannya. Menyebutkan nomor urut, nama dan domisili para calon legestalif tersebut.
Tapi alangkah herannya saya ketika melihar daftar calon tetap anggota DPR-RI tersebut, mayoritas anggota Dewan yang akan mewakili sebuah daerah pemilihan berdomisili di Jakarta. Bahkan calon anggota dewan yang berdomisili di Jakarta tersebut memiliki nomor urut atas. Meskipun nomor urut sudah tidak menentukan tetapi secara psikologis masih mempengaruhi emosional para caleg dan para pemilih. Ketika ditelusuri banyak diantara mereka adalah pengurus pusat partai bersangkutan, yang pasti berdomisili di Jakarta ibu kota tercinta, hanya sedikit yang berasal dari pengurus daerah. Mungkin pengurus daerah hanyalah pelengkap daftar calan anggota DPR-RI agar tidak kelihatan melompong kolom partainya.
Saya juga jadi ingat dengan film kartun Bang One yang muncul di TVone, (kalau saya membacanya t-fone). Bang one pernah menampilkan permasalahan diatas, dimana dalam sktesa tersebut beberapa caleg dari beberapa partai politik memperkenalkan dirinya sebagai wakil dari daerah pemilihan di luar Jakarta, akan tetapi di ending sketsa salah satu caleg mengajak calag-caleg yang lain untuk traktiran makan, ternyata mereka semua berdomisili di Jakarta, alasannya di jaman yang modern ini semua daerah bisa di jangkau dengan menggunakan alat komunikasi yang canggih.
Ini adalah sebuah ironi dimana suatu daerah tidak diwakili oleh orang yang berdomisili di daerah tersebut, padahal apabila nanti terpilih orang tersebut akan mewakili daerah tersebut untuk menentukan nasib bangsa ini. Tak jarang para petinggi partai yang menentukan siapa, di tempat mana dia dicalonkan, terutama didaerah yang memiliki potensi menyumbang suara, para pimpinan partai berlomba menempati daerah tersebut meskipun di bukanlah orang daerah tersebut bahkan tidak pernah datang ke daerah tersebut. Kalo begitu bagaimana aspirasi masyarakat bisa sampai ke Pusat jika wakilnya saja tidak mengetahui kondisi sosial ekonomi, sosiolagi, demografi, geografi, ekologi, mungkin jika perlu fisika dan kimia daerah yang dia wakili.
Ada beberapa hal yang mungkin menyebabkan keadaan ini bisa terjadi:
Pertama, adalah kondisi partai yang bersangkutan. Di partai tersebut tidak terdapat kader-kader yang mumpuni dari daerah pemilihan tersebut untuk dicalonkan sebagai anggota dewan baik dari segi kapabilitas, acceptabilitas, dan elektabilitasnya. Bisa juga dikarenakan kesemena-menaan pimpinan pusat partai tersebut, dimana kader-kader daerah tidak diberikan kesempatan untuk mewakili daerahnya ke Senayan, dikarenakan para pengurus pusat takut kalah bersaing.
Kedua, adalah peraturan yang ada baik Undang-udang pemilu maupun peraturan-peraturan tentang pemilu memang memberikan kelonggaran. Dalam peraturan KPU tentang persyaratan domisli calon anggota dewan hanya menyebutkan bertempat tinggal di Wilayah NKRI, tanpa membatasi wilayah calon anggota dewan sesuai dengan daerah pemilihan yang akan mereka wakili. Jadi seseorang yang tidak penah datang ke suatu daerah dapat mewakili daerah tersebut.
Memang tidak berarti orang yang diluar daerah didaerah pemilihan tidak dapat mengembankan aspirasi konstituennya, dan juga tidak menjamin caleg dari daerah asal dapat mewakili suara konstituennya lebih baik dari caleg dari luar daerah. Akan tetapi akan lebih baik jika orang yang mewakili daerah pemilihan adalah orang yang telah mengetahui daerah pemilihan yang diwakilinya
Seharusnya tentang peraturan domisili harus dibuatkan juklak yang dapat meminimalisir pelangaran domisili. Beberapa saran tentang syarat seseorang dapat mewakili daerah tersebut:
1. Lahir di daerah tersebut, hal ini dikarenakan orang yang lahir didaerah tersebut biasanya memiliki keterikatan batin, dimana seseorang akan menganggap dirinya sebagai putra daerah yang selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk daerahnya.
2. saat ini berdomisili didaerah tersebut, dalam artian dalam keseharianya memang dia tinggal didaerah tersebut. Caleg tersebut benar-benar tinggal dan beraktivitas didaerah tersebut tidak hanya berdasarkan KTP saja sedangkan setiap harinya caleg tersebut tinggal didaerah lain
3. Pernah berdomisili didaerah tersebut minimal selama 5 tahun. Jangka waktu 5 tahun sama dengan jangka waktu dimana caleg tersebut akan mewakili konstituennya di Jakarta, selain itu jangka waktu 5 tahun adalah waktu yang cukup untuk seseorang mengerti seluk beluk suatu daerah
4. Yang sejelek-jeleknya adalah, memiliki istri, suami atau orang tua dari daerah tersebut. Dimana dengan memiliki istri, suami atau orang tua daei daerah tersebut maka secara tidak langsung caleg tersbut akan memiliki rasa memiliki daerah tersebut sebagai tanah leluhur keluarganya.
Ini adalah sebuah harapan, supaya pada pemilu yang akan datang anggota dewan yang di senayan merasa mewakili daerah pemilihannya, dan konstituen merasa terwakili daerahnya di senayan.
Artikal ini bisa di longok di:
www.machbub-papa.blogspot.com