Ayo gabung Neobux ! anda dibayar untuk tiap iklan yang anda klik

Minggu, 15 Februari 2009

Krisis Gombal LKM FP UB

Universitas Brawijaya yang biasa dikenal dengan Unibraw atau UB saat ini sudah banyak sekali perubahan, baik dalam segi fisik, fasilitas maupun sistem pengajaran, apalagi buat anda yang sudah lebih dari 3 (tiga) tahun tidak pernah berkunjung ke UB pasti terkejut.

Dari segi fisik sangat terlihat perubahan yang sangat berarti, jalan masuk yang dulu hanya dari satu gerbang (jalan veteran) dan tidak ketat untuk masuk, sekarang dapat diakses dari semua gerbang yang ada di unibraw. Setiap gerbang ada petugas yang memeriksa kendaraan yang keluar masuk, dengan dilengkapi portal seperti kalau kita ke gedung-gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan. Jalan utama yang menghubungkan antara gerbang Veteran dan Soekarno Hatta semakin lebar dan di tengahnya terdapat median jalan. Didepan rektorat dibuat bundaran yang ditengahnya terdapat tugu UB. Ditambah dengan adanya gazebo di sisi timur bundaran yang dapat digunakan untuk mahasiwa berkumpul.

Fasilitas juga berubah, saat ini hampir setiap titik di UB dapat diakses Hot-spot secara gratis oleh mahasiswa, sesuatu yang mungkin 3 tahun lalu belum dapat dirasakan. Sehingga jika kita berputar-putar di UB banyak kita jumpai mahasiswa yang membawa Laptop dengan mengakses hot-spot tersebut. Faslitas laboratorium-pun juga semakin bertambah.

Bagaimana dengan Fakultas pertanian? Fakultas pertania-npun juga berbenah dan berubah. Segi fisik mengalami perubahan, jika dulu gazebo hanya di Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) maka hampir setiap gedung jurusan memiliki gazebo, sehingga tempat kumpul-kumpul mahasiwa tidak hanya terkonsentrasi di PKM saja. Di setiap gazebo dilengkapi dengan aliran listrik, sehingga mahasiswa tidak perlu khawatir laptopnya kehabisan batre. Selain itu juga disediakan fasilitas hot-spot gratis untuk mahasiswa disetiap gedung jurusan, sehingga mahasiswa dengan mudah mengakses internet baik dalam rangka akademis, maupun hanya senang-senang saja. Ruang kuliah beberapa telah dilengkapi AC beneran, kalau dulu juga pake AC, tapi itu Angin Cendela. Beberapa ruang kuliah juga telah dilengkapi dengan LCD proyektor, untuk kuliah mahasiswa dan dosen tidak perlu lagi membuat transparan OHP dan selesai kuliah berebut untuk difotocopy

Sistem pengajaran-pun menurut pengamatan saya juga berubah, benar apa yang dikatakan oleh saudara kita yang pernah menulis tentang metode pengajaran yang ybs lakukan di UB. Saat ini kuliah hanya dilakukan selama 4 hari, senin, selasa, kamis dan jumat, mulai pagi hingga sore (mungkin juga bisa malam). Khusus hari Rabu adalah hari praktikum, sabtu dan minggu kegiatan akademis libur kecuali jika ada keadaan tertentu. Parktikum? Semakin banyak. Jika dulu di Sosek terkenal paling sedikit praktikum maka saat ini sosek-pun juga banyak praktikum. Hal ini juga ditunjang dengan fasilitas lab dan sarana lainnya yang memadai. Menurut pengakuan adik-adik mahasiswa, beberapa dosen sudah mewajibkan menggunakan bahasa Inggris, apakah itu untuk perkuliahan, tugas maupun ujian.

Jika kita lihat sekarang dibandingkan dengan 3 atau bahkan 10 tahun yang lalu, pasti kita akan iri melihat fasilitas yang dinikmati olah adik-adik kita. Jangankan fasilitas hot-spot seperti sekarang ini, setiap mahasiswa belum tentu punya komputer, bahkan bisa menggunakan komputer walapun hanya rental-pun sudah alhamdulillah. Akan tetapi semua kemudahan itu menjadikan Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) semakin sepi. Jangan pernah bayangkan PKM saat ini sama dengan 5 atau bahkan 10 tahun yang lalu dimana 24 jam dalam 7 hari tidak pernah sepi. Saat ini hari sabtu dan minggu bahkan terkadang hari lainnya-pun sepi tidak tampak sebagai pusat kegiatan mahasiswa.

Bagaimana ini bisa terjadi? Menurut mahasiswa, mayoritas dari mereka mengaku kelelahan mengingat beban kuliah saat ini sangat berat, tuntutan akademis kepada mereka menyebabkan mereka kekurangan waktu untuk diluar kegiatan akademik. Mereka terkadang jam kuliah mereka menyamai jam kerja dimana masuk pagi dan selesai sore. Hampir setiap hari mereka dicekoki dengan tugas dan laporan praktikum. Bahkan sabtu dan minggu-pun harus menyelesaikan tugas dan praktikum yang ada. Dengan sistem pengajaran seperti ini mayoritas mahasiwa kelabakan untuk membagi waktu yang dimiliki untuk kuliah, organisasi dan pribadi.

Jika dulu sore hari mahasiswa bisa menyisihkan waktu untuk berorganisasi maka saat ini mayoritas mahasiswa msngungkapkan sudah tidak mungkin. Jika mereka tidak kuliah, maka waktu tersebut harus digunakan untuk menyelesaikan tugas yang mereka miliki, sehingga tidak terbersit untuk berorganisasi. Padahal sabtu-minggu libur, seharusnya bisa dimanfaatkan untuk organisasi? Pada kenyataannya berbeda, dengan waktu kuliah yang mirip orang kantoran, maka sabtu minggu mereka ingin beristirahat total dirumah, bahkan tidak jarang sabtu minggu-pun masih harus mengerjakan tugas.

Itulah kenyataan yang dialami oleh organisasi kemahasiswaan saat ini, semakin berkurangnya tingkat pasrtisipasi mahasiswa. Lembaga kegiataan mahasiswa (LKM) Faperta saat ini dalam kondisi yang mati segan hidup-pun sulit. Kecil sekali partisipasi mahasiswa kepada organisasi di Fakultas pertanian. BEM dan DPM sebagai inti LKM FP UB pun juga sering tidak aktif, hal ini juga diikuti oleh beberapa HMJ dan UKM. Ruangan merekapun sepi bahkan lebih sering tutup tak ada penghuni dan kegiataan. Hanya beberapa HMJ dan UKM yang masih bertahan. Saya jadi ingat dulu ketika Permaseta tidak ada kegiataan, ada istilah buat “Tape”. Sekarang beberapa organisasi di LKM FP UB yang berlomba buat “Tape”

Bagaimana dengan Permaseta? Permaseta-pun terkena imbah “krisis gombal” juga, semakin lama tingkat partisipasi mahasiswa juga semakin menurun bahkan bisa-bisa Permaseta dapat bubar 2 atau 3 tahun lagi jika kondisi tidak diperbaiki. Permaseta bisa menjadi pabrik “Tape” lagi. Sebuah istilah dimana ruangan organisasi tidak pernah dibuka mirip dengan orang buat tape. Pengurus dan senior Permaseta yang ada, merasa kesulitan untuk menarik anggota dengan alasan akademis. Padahal setiap tahun anggota baru permaseta tak kurang dari 200 orang, tapi tingkat partisipasinya sangat kecil sekali.

Sebuah ironi, dimana fasilitas dan sistem pengajaran yang disempurnakan akan tetapi dapat mematikan organisasi kemahasiswaan. Seharusnya perkembangan fasilitas dan sistem pengejaran dapat bersinesrgi dengan kegiataan kemahasiswaan, bukan malah mematikan. Kegiatan akademis seyogyanya memberikan kesempatan kegiatan kemahasiswaan untuk dapat berkembang, dikarenakan kegiataan kemahasiswaan dapat melengkapi akademis selama di perguruan tinggi.

Sebuah harapan agar rekan-rekan kami yang duduk sebagai pengajar dapat bersinergi dengan adik-adiknya yang saat ini sedang dibimbing Universitas Brawijaya. Memberikan kesempatan adik-adiknya untuk mengembangkan diri di organisasi dan juga membimbing mereka sebagai senior diluar kegiatan akademis. Akan tetapi hal itu tidak dapat dijalankan jika kemauan dari mahasiswa untuk membagi waktunya baik untuk akademis dan organisasi yang tidak ada.

Semoga permaseta semakin berkembang dan Unibraw semakin Jaya.

juga bisa anda lihat di
www.machbub_papa.blogspot.com



Kamis, 12 Februari 2009

Salah Adopsi

Saya juga tidak tahu awal mulanya bagaimana bisa saya sebagai orang Jawa telinga ini lebih nyaman mendengarkan lagu yang dinyanyikan oleh Samsons dan band-band yang lain daripada alunan musik kelompok penabuh gamelan mengiringi sinden (penyanyi) Jawa. Atau mendengarkan Melly Guslow bernyanyi daripada mendengarkan Waljinah mendendangkan Macapat. Apakah karena sejak kecil bahwa musik pop lebih familiar di telinga saya daripada tembang-tembang Jawa. Di radio, di sekolah, di kampus, di tempat kerja, stasiun, pasar, mall, rumah sakit dan angkutan umum. Saya pikir apakah karena saya termasuk orang kosmopolitan, lebih toleran terhadap budaya orang lain. Khas manusia produk pendidikan modern dan lumayanlah walaupun tidak tinggi-tinggi amat, cukup S1, masih masuk dalam kasta intelelektual. Maaf sedikit narsis. Tapi ternyata tidak juga, mohon maaf, tetangga saya hanya tamat SD, tapi selera akan musik sama, beda aliran saja. Penggemar bang Haji dan bang Mansyur S. Musik dangdut, yang katanya budaya kita, tapi sama saja itu musik impor. Atau anak-anak kecil dikampung yang lebih fasih mendendangkan lagunya Peter Pan daripada karya Bu Kasur. Kalaupun bisa menyanyikan lagunya Bu Kasur sekedar tuntutan saja dari gurunya bukan kegemaran.

Belum lagi “dosa” yang saya buat karena lebih menyukai nonton film di bioskop daripada pagelaran wayang kulit. Melihat kondisi fisik saya, warna kulit, bentuk tubuh, cara bicara saya yakin bahwa saya adalah anak kandung ibu pertiwi ini. Tapi kenapa segala sesuatu yang berkaitan dengan ciri khas ibu pertiwi saya kurang menyukai. Apa mungkin saya termasuk yang beberapa kawan menyebutnya “anak haram” ibu pertiwi. Lahir dan besar dalam asuhan ibu pertiwi tetapi kemudian menghianatinya, pejabat yang merampok harta rakyat, bukankah rakyat saudara kandungnya, pengusaha yang suka menindas,, membabat habis hutan, menimbun sembako untuk kepentingan bisnis, rakyat yang rakus, politisi memelintir kepentingan rakyat, seniman menyesatkan dan kaum bromocorah yang membuat kerusakan di rumah ibunya sendiri. Kalau dibanding dengan mereka mungkin dosa saya kepada ibu pertiwi masih dosa kecil. Barangkali..

Hingga suatu ketika saya berpikir apakah produk-produk budaya yang lahir dari ibu pertiwi dari Sabang sampai Merauke adalah suatu wasiat yang harus dijalankan, peninggalan yang harus dilestarikan. Seorang kawan berkata kepada saya bahwa tidak penting apakah dirimu fasih berbahasa ibu kamu, mendendangkan lagu kesukaan ibu kamu, berpakaian dengan pakaian ibu kamu, tetapi jauh lebih penting adalah sebagai kecintaan terhadap ibu kamu dengan melayani kebutuhannya. Pejabat harus mengenyangkan rakyatnya. Pedagang berbuat jujur pada pembelinya. Si kaya menyantuni yang yang miskin. Tidak merusak alam tempat ibu pertiwi. Politisi tidak berbohong. Seniman mencerahkan. Rakyat taat hukum. Luar biasa sepertinya. Maka saya berpikir bahwa mungkin ibu pertiwi jauh lebih mencintai kawan Tionghoa atau blasteran yang wajahnya sering muncul di sinetron sekarang, yang sering disebut bukan penduduk pribumi, selama mereka melayani ibu pertiwi ini.

Ternyata Allah memberikan anugerah kepada saya untuk bertemu dengan orang-orang luar biasa, hingga saya bertemu dengan kawan saya yang seorang penabuh gamelan Jawa. Hasil pembicaraan dengan kawan saya tadi tidaklah membawa pencerahan kepada saya. Karena saya semakin bingung. Kawan saya bertutur tentang sejarah gamelan, fungsi, hingga citra yang bisa diangkat darinya. Luar biasa. Setiap not, syair, mengandung kalimat adiluhung, tak seperti lirik-lirik lagu picisan sekarang. Belum lagi tuturnya tentang wayang kulit dan lain-lain. Saya pikir orang-orang luar biasa ini lebih pantas jadi anak kandung ibu pertiwi.

Dalam banyak diskursus tentang budaya dan ke-Indonesiaan maka budaya menjadi alat yang ampuh dalam membentuk kualitas masyarakat. Budaya menjadi modal sosial yang digunakan dalam pembangunan bangsa ini. Karena omong kosong tanpa modal sosial yang cukup bangsa ini akan bisa berdiri kokoh. Modal sosial semacam gotong royong, toleran, ramah, santun dan inklusif. Kesenian didalamnya ada musik merupakan proyeksi budaya yang berkembang. Hegemoni budaya dari barat yang melakukan penetrasi offensif melalui media terutama media visual baik secara sadar maupun tidak telah memperngaruhi pola pikir kita.. Paradigma dan cara pandang kita sebagai anak bangsa, anak ibu pertiwi berbelok sekian derajat setiap harinya. Hingga akhirnya posisi kita memandang persis ke negara-negara barat. Apabila ini dilakukan secara berjamaah atau secara massal maka ini sama saja proses penyerahan diri, penghambaan pada nilai-nilai budaya mereka. Jika budaya telah dikuasai maka tunggu saja hingga saat nanti harta, jiwa, raga akan diminta. Persembahan untuk sesembahan baru penduduk ini.

Lantas dimana posisi saya, gamelan, musik pop, tetangga saya yang tidak hanya tamat SD, dangdut kawan saya penabuh gamelan. Atau kawan saya di Aceh, tari Saman, modern dance, rock n roll. Atau kawan saya di Bali, Sulawesi dan bagaimana dengan anda. Bagaimana menjelaskannya kepada ibu pertiwi, bahwa cinta saya, kawan saya, anda sangatlah besar. Apakah pada kesimpulan bahwa musik hanyalah alat budaya, mau gamelan, band, atau apalah yang penting pesan yang ingin disampaikan memiliki makna. Musik modern menjadi lebih sederhana dalam berkomunikasi karena beragamnya kesenian kita. Ismail Marjuki, WR Supratman menggunakan notasi modern. Lagu-lagu religi mengalir dalam alunan musik modern atau bernuansa etnik bangsa lain. Jadi mungkin analog dari bukan bahan suratnya tapi pesannya lebih penting. Atau pada tahap tertinggi dari cinta, hanya mampu memberi tanpa meminta, maka simbol-simbol cinta tidaklah penting. Atau memang saya telah durhaka. ??????

Tulisan ringan ini meluncur begitu saja. Salam Boy

Sabtu, 07 Februari 2009

BUKU “TIDAK CUKUP HANYA CINTA”


Judul Buku : Tidak Cukup Hanya Cinta
Pengarang : Tri Wahyuni
Halaman : 128 hal
Penerbit : Araska, Jogjakarta
Terbitan : Agustus, 2008

Akhirnya buku “Tidak Cukup Hanya Cinta” karya saya ini hadir juga.
Buku berjudul “Tidak Cukup Hanya Cinta” berisi 10 cerpen yang sebagian cerpen saya telah di pubikasikan di media cetak.
Buku ini mengambil tema seputar cinta dan persahabatan. Tema cinta dan persahabatan yang sengaja di hadirkan merupakan persoalan yang begitu dekat dengan kehidupan kita dan dapat ditemukan dalam kesaharian
Bahasa bersahaja dan persoaan bersahaja, bahasa sehari-hari dan persoalan sehari-hari. Kisah-kisah sehari-hari yang dipungut, diangkat dan didetikan dalam cerpen-cerpen yang terkumpul dalam buku kumpulan cerpen ini.Silahkan menikmati membacanya
Tri Wahyuni'98

Rabu, 04 Februari 2009

Jamur Politik Bermekaran

Anda suka makan jamur? Jika anda tanyakan pada saya, pasti saya akan bilang “suka sekali, insyaAllah”. Kenapa? Jamur itu enak, apalagi kalo bulan-bulan seperti ini dimana hujan turun sepanjang hari-sepanjang bulan, merupakan waktu yang cocok untuk perkembangan jamur. Coba kita jalan-jalan ke pekarangan atau daerah dekat persawahan, pasti kita akan menemui banyak sekali jamur. Eh tapi maaf yang rumahnya sudah tidak punya atau jauh dari pekarangan dan persawahan. Kita akan menemui berbagai jenis jamur dari yang seperti paku payung kecil-kecil, seperti payung yang lebar bahkan jamur yang berwarna coklat kehitaman (tidak menarik untuk dipandang apalagi dimakan). Ada yang tumbuh di tanah, jerami, kayu hidup dan mati bahkan (maaf) kotoran hewan

Nah dari beberapa jamur itu ada yang bisa dimakan adapula yang tidak bisa dimakan bahkan beracun. Beda dengan jamur yang dibudidayakan, dimana memang benar-benar tidak harus tergantung musim hujan. Dikembangkan secara komersil dan memiliki daya jual yang tinggi. Anda pernah lihat yang mana? Atau pernah makan yang mana? Kalo saya insyaAllah pernah lihat yang liar dan yang dibudidayakan, pernah makan yang liar bahkan yang dibudidayakan. Yang saya makan harus dengan syarat, halalan thoyibban, tersedia untuk saya dan saya mau, hee...he...

Tapi saat ini banyak tumbuh jamur dimana-mana, apalagi tahun 2009 adalah tahun dengan iklim yang sangat mendukung. Lho kok bisa, padahal dengan gejala iklim yang mengalami ”penghangatan global” apa benar jamur bisa tumbuh subur? Jika kita lihat dipohon-pohon disekitar kita tumbuh jamur-jamur sangat cepat, bahkan dalam jangka waktu semalam saja kita akan menemukan jamur dalam ukuran dan warna yang beragam, bahkan di satu pohon bisa ada berbagai macam jamur, saling tindih, saling tutup, saling rusak bahkan saling ejek. Wah tambah aneh jamur kok bisa saling ejek? Emang jamur apa-an sih? Jawabnya jamur politik, yaitu spanduk, pamflet baliho, bendera partai, caleg, cagub yang berserakan dimana-mana, berebut tempat dengan pamflet ”sedot WC”, les piano hingga pil terlambat datang bulan.

Jika kita lihat sekarang banyak sekali poster, pamflet, bendera, baliho hingga stiker baik dalam ukuran kecil hingga seukuran lapangan bola volly dapat kita jumpai. Dari pemasangan yang berijin hingga pemasangan liar yang sembunyi-sembunyi. Pemasangannya-pun tidak memikirkan keindahan, ada yang dipasang di kaca belakang mobil, dipohon-pohon, bahkan yang ”beruang” bisa pasang di tower iklan. Selain merusak pemandangan juga membahayakan. Contoh di Surabaya baru-baru ini ada baliho besar milik seorang caleg roboh, mencederai ibu dan anak yang kebetulan lewat dibawahnya.

Semakin hari semakin banyak ”jamur-jamur” itu bertebaran apalagi menjelang pemilihan legeslatif bulan april ini. Jika kita buat hitung-hitungan maka akan sungguh mencengangkan. Apabila di suatu daerah pemilihan maksimum kursi yang diperebutkan adalah 10, maka jumlah celag adalah 10 kursi dikalikan 38 partai, dihasilkan 380 caleg. Tapi 380 caleg itu adalah untuk DPRD tingkat 2 atau kabupaten/kota, belum untuk DPRD provinsi dan DPR RI. Jika dipukul rata maka 380 caleg dikalikan 3 tingkatan lembaga DPR, menjadi 1.140 caleg. Bayangkan jika separuh caleg menggunakan media yang sama dengan ukuran yang berlomba-lomba besarnya, maka dapat dipastikan semua lokasi disekitar kita akan pernuh dengan ”jamur politik”.

Apakah salah menggunakan media tersebut? Tidak pernah salah, ”jamur politik” tersebut adalah salah satu media yang dapat digunakan untuk mempromosikan diri, menyampaikan pesan, menggaet pemilih hingga meningkatkan gengsi dari pemilik ”jamur politik” tersebut. Banyak orang yang mengatakan mubadzir cara-cara tersebut dikarenakan tidak komunikatif. Bahkan ada yang mengatakan jika di dalam ”jamur politik” tersebut fotonya saja tidak meyakinkan, bagaiman nanti ketika terpilih pasti kerjanya tidak meyakinkan. Bagi saya itu sah-sah saja, apalagi dengan seperti itu ekonomi indonesia dapat berputar ditengah kondisi yang kurang menentu, terutama usaha percetakan yang kebanjiran order.

Meskipun saya mengatakan sah-sah saja cara-cara tersebut, saya ingin mengkritisi atau mungkin tidak suka terhadap beberapa model ”jamur politik tersebut” diantaranya:

  1. Jika dalam ”jamur politik” yang dilatar belakang terdapat gambar orang lain, atau pernyataan bahwa si caleg adalah .... dari orang lain, apakah orang lain tersebut calon presiden yang diusungnyanya, ketua atau penasehat partainya atau mungkin orangtuanya. Bagi saya ini menunjukkan kekerdilan caleg tersebut, terlepas dia ingin mempromosikan orang lain tersebut. Karena dengan ”mendompleng’ orang lain menunjukkan jika tanpa orang tersebut dia tidak bisa apa-apa. Jika berani tampilkan diri sendiri tanpa latar belakang orang lain, maka akan menunjukkan bahwa calon tersebut adalah calon yang kuat, tidak terpengaruh orang lain dan tidak bergantung pada orang lain.
  2. Jika ”jamur politik” hanya untuk minta dipilih, dimana tidak komunikatif kepada konstituen. Memang ”jamur politik” sangat terbatas tidak bisa menyampaikan pandangan dari caleg tersebut. Akan terapi seharusnya caleg tersebut dapat menginformasikan dimanakah konstituen dapat bertemu atau menghubungi sang caleg untuk dapat berkomunikasi dua arah untuk mengetahui visi dan misi caleg serta aspirasi konstituen yang akan diwakilinya. Jika disimak bahwa hal itu sepertinya memang dihindari oleh mayoritas caleg, dimana mungkin mereka memiliki keterbatasan untuk berkomunikasi langsung, kurangnya kepercayaan diri untuk bertemu konstituen, mungkin ketakutan jika nanti harus melakukan kontrak politik, bahkan takut jika dimintai uang oleh konstituennya.
  3. Jika ”Jamur Politik” malah menjelekkan pihak lain, atau dalam bahasa kerennya ”black campaign”. Hal ini menunjukkan ketidakmampuan dari pihak yang menjelekkan, untuk menutupi ketidakmampuan tersebut dengan menjelekkan pihak lain. Suatu tindakan yang kurang terpuji, jika kita hanya berupaya mencari kekurangan orang lain sedangkan dirinya sendiri tidak melakukan perbaikan. Jika masih caleg sibuk mencari kekurangan orang lain, maka apakah nanti setelah jadi mereka hanya sibuk mencari kekurangan orang lain bukannya malah bekerjasama untuk kemaslahatan masyarakat
  4. dll....dll...(masih banyak lagi...mungkin anda juga punya pandangan sendiri....)

Jadi berhati-hatilah dalam memilih ”jamur politik” apalagi jamur liar yang kita tidak tahu jenis apakah jamur tersebut, karena bisa-bisa kita yang keracunan dan rugi sendiri. Agar tidak salah, maka pilihlah ”jamur politik” yang dibudidayakan, dalam artian memang siap untuk membela rakyat, kita tahu jenisnya dan itulah ”jamur politik” dengan harga jual yang tinggi. Ini bukanlah catatan orang yang paham benar politik, tapi tulisan orang yang tergelitik kerhadap situasi politik saat ini

Matjhbeob, 99

anda juga bisa melihat di www.machbub-papa.blogspot.com

Rabu, 28 Januari 2009

Hati Seluas Samudera

Anak perempuan berumur kurang lebih 9 tahun itu bernama Mega. Kami bertemu di bus saat ia dan ibunya berangkat dengan tujuan yang sama denganku. Saat itu aku sedang dalam perjalanan menuju kota Balikpapan, setelah mendapat kabar bahwa suamiku sedang sakit di sana.
Sosok Mega sama dengan anak-anak seusianya. Wajahnya pun terlihat Manis dengan senyum polosnya. Siapa saja yang melihat senyumnya pasti akan tersenyum membalasnya, termasuk aku yang duduk bersampingan dengannya.

Semula aku tidak begitu memperhatikan keganjilan pada sosok Mega, sampai saat Ibunya menceritakan tentang Mega padaku.Mega terlahir tepat pada saat pengangkatan Ibu Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden saat itu. Ayahnya langsung menamainya dengan nama Mega, begitu ia mengetahui bahwa anak yang dilahirkan istrinya adalah seorang bayi perempuan.
Tidak banyak perbedaan mencolok ketika Mega masih berusia bayi dengan bayi-bayi lainnya. Tingkah lakunya pun tetap lincah sampai menginjak balita. Namun, ada sedikit perbedaan yaitu Mega jarang sekali berbicara. Dan hal itu akhirnya menjadi salah satu tanda yang membuat perbedaan itu semakin mencolok.
Semakin bertambah umur, kemampuan komunikasi Mega bisa dikatakan sangat minim. Sang Ibu pun agak kerepotan mengurusnya, karena di tambah dengan sikap Mega yang tidak bisa mandiri.

“Saya tidak tega melepas Mega kemana-mana, bu,”ujar sang Ibu kepadaku,”kondisinya seperti ini, kemana-mana tergantung sama saya. Saya tidak ingin merepotkan orang lain juga.”
Sang Ibu berbicara dengan nada tegar. Aku terenyuh mendengarnya.
“Selama ini Mega sudah berobat, bu?” tanyaku dengan hati-hati karena takut menyinggung perasaannya.
“Saya sudah bawa berobat kemana-mana, bu. Tapi ya kami ini orang miskin, jadi ya susah juga. Walaupun pakai askes orang miskin untuk berobat, tapi tetap saja tidak sanggup menanggung biayanya”, kata sang ibu sambil menerawang,”sampai pernah bu, saya pergi berobat hanya pegang uang untuk ongkos angkot pulang pergi saja”.
“Sekarang Mega sekolah, bu?”
“Sudah sekolah, bu. Tapi sekolah di SLB (Sekolah Luar Biasa).”
“SLB?”tanyaku kembali kurang yakin.
Aku mengernyitkan dahi. Tidak kutemukan satu pun kekurangan fisik pada tubuh Mega. Karena setahuku, SLB itu di khususkan untuk anak-anak dengan kekurangan salah satu panca indra, bukan untuk anak dengan kebutuhan khusus seperti Mega ini.
“Kami hanya sanggup memasukkan Mega di SLB. Ya syukurlah, sejak sekolah di SLB, Mega sudah bisa berbicara lumayan dari sebelumnya. Misalnya kalau lapar, ia sudah bisa bilang mau makan, bu .” lanjut ibu itu lagi sambil tersenyum.

Aku kembali terenyuh mendengarnya. Seandainya saja saat itu aku di berikan kelebihan materi yang berkecukupan untuk membuat sebuah sekolah yang diperuntukan untuk anak-anak seperti Mega yang berkebutuhan khusus, sudah barang tentu dengan tangan terbuka aku akan membantunya. Namun, hal itu masih menjadi sebuah impian yang sedang aku rintis bersama suami. Tapi aku yakin impian itu akan terwujud, dan anak-anak seperti Mega dapat menikmati pendidikan sesuai dengan kebutuhan khususnya.

“Mega mau roti?” kataku sambil menawarkan roti yang tinggal separuh yang kusiapkan dari rumah orang tuaku tadi.

Sekilas Mega melirik kearah Ibunya untuk meminta persetujuan. Sang Ibu pun mengangguk ke arahnya. Dengan malu-malu, ia menerima roti dariku.
Alhamdulilah, batinku. Setidaknya aku bisa berbagi roti yang kubawa dari rumah dengannya. Roti itu sebagai awal persahabatan kami. Dan aku yakin, kelak aku akan bertemu kembali lagi dengannya di lain desempatan yang tidak terduga seperti saat ini.
Allah memberikan kekuatan dan kesabaran yang sangat luar biasa bagi sang Ibu lewat perjuangannya mendidik Mega.

Sepintas aku kembali teringat akan Arya dan Raisyah, buah hatiku yang saat itu kutitipkan pada orang tua ku di Samarinda. Tadi pagi sebelum naik bus menuju Balikpapan, aku sempat membentak Arya karena menangis sambil merengek ingin ikut ke Balikpapan menjenguk papanya.

Aku benar-benar malu dengan ibu itu. Kesabarannya dalam mendidik Mega dengan kebutuhan khusus benar-benar mengusik perasaanku sebagai seorang Ibu yang selama ini lebih banyak tidak bisa mengontrol emosi dan amarah bila menghadapi anak.
“Selanjutnya apa yang ingin ibu lakukan pada Mega?”tanyaku lagi.
“Ibu cuman ingin ia bisa mandiri, mba. Karena bila saya sama bapaknya sudah meninggal, siapa lagi yang bisa mengurus dia selain dirinya sendiri”.
Aku terdiam. Benar-benar permintaan sederhana dari seorang Ibu yang memiliki hati dan kesabaran seperti Ibunya Mega. Aku bisa merasakan cinta dan kasih sayang yang tulus dari sang Ibu dari setiap kata maupun belaian sayangnya kepada Mega.
Mudah-mudahan Allah memberikan jalan yang terbaik untuk Mega dan Ibunya dalam kehidupan ini. Dan hidayahkan rejeki dan petunjuk-Mu kepada sang Ibu yang memiliki hati seluas samudera itu… Amin
Teman-teman, mudah-mudan pengalaman saya tadi dapat menggugah perasaan teman-teman semua. Ternyata tanpa kita sadari, begitu banyak orang-orang yang butuh di bantu di sekeliling kita. Tidak perlu menunggu sampai kita menjadi seorang yang mapan dan kaya untuk membantunya. Walaupun hanya sekedar senyuman dan doa bagi mereka itu sudah lebih dari cukup bagi mereka....

Notes : tulisan ini dapat di lihat pula di blog saya.

salam manis


tri wahyuni'98

Minggu, 25 Januari 2009

Jangan Diam Saja Kawan....

…..We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight….

(song by Michael Heart)

Bahwa sesunggunhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. (Pembukaan UUD RI 1945 alinea 1)

...ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan. (Pembukaan UUD RI 1945 alinea 4)

Setiap agresi ke negara lain dalam segala wujud adalah bentuk penjajahan, penistaan terhadap harkat martabat manusia dan pelecehan terhadap perdamaian.

Rakyat Palestina sedang menderita,membutuhkan uluran tangan kita, tak peduli apa agama anda, kepercayaan anda, bangsa anda, ras anda, dan kepentingan anda. Tak perlu perdebatan tentang konflik Gaza, ini adalah negara versus negara, Isarel versus Palestina. Negara yang memaksakan kehendak versus negara yang membutuhkan kedaulatan/kemerdekaan.

Memang permasalahan negeri ini juga sangat banyak, tetapi amanat pembukaaan UUD RI 1945 tegas menyatakan bahwa kita harus aktif dalam menjaga perdamaian dunia. Rakyat Palestina sedang membutuhkan bantuan kemanusiaan dan pengakuan kedaulatan. Hal yang sama pernah kita alami ketika negara Indonesia tercinta ini sedang berjuang melawan penjajahan, memerdekakan diri, memperoleh simpati dunia guna mendapat pengakuan atas kedaulatan Indonesia. Darah, keringat dikucurkan, harta, nyawa dikorbankan... menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. (Pembukaan UUD RI 1945 alinea 2).

Simpati dunia didapat, dukungan mengalir, bantuan kemanusian datang dan sekarang 63 tahun kita merdeka. Betapa pongah dan sombong kita ketika negara lain membutuhkan bantuan seperti kita dulu, kita hanya diam saja. Hampir seluruh belahan dunia mengutuk tindakan Israel, termasuk RI tercinta melalui Presiden RI, kini saatnya kita ambil bagian. Ini sebagian cara yang bisa saya sampaikan, salurkan bantuan anda melalui :

1. Rekening Bank Central Asia (BCA) No. Rek. 206.300.66.88 Cabang Thamrin a/n Palang Merah Indonesia.

2. Rekening Bank Muamalat Indonesia no rek 301.00521.15 a/n Mercy (Medical Emergency and Rescue Committee)

3. Ketik Merc peduli kirim ke 7505, setiap sms Rp 5.000,- akan menjadi donasi anda atau akses ke http://donasi.depsos.go.id

Dan doakan rakyat Palestina mendapatkan kedaulatannya sebagai wujud dukungan kepada mereka sebagaimana penduduk dunia pernah mendukung Negara tercinta ini.

Salam, Boy.

Senin, 05 Januari 2009

Celebration

H A P P Y N E W Y E A R
2009

Wishing all the best for us and for this blogspot =)