Ayo gabung Neobux ! anda dibayar untuk tiap iklan yang anda klik

Senin, 14 September 2009

Masih Perlukah Ada Fakultas Pertanian ????

By Luqman Setiawan

Sejatinya, pendidikan memiliki tujuan.Fakultas Kedokteran, misalnya.Memfasilitasi peserta didik untuk menjadi profesional di bidang kedokteran. Secara profesi,menjadi dokter yang melayani dan menjaga kualitas kesehatan masyarakat.Fakultas Ekonomi,setali tiga uang.Peserta didik yang berkecimpung didalamnya akan digembleng dengan olah ilmu ekonomi. Kelak Sarjana Ekonomi menjadi pioner dan pilar perekonomian masyarakat.ISEI,misalnya.Sebagai organisasi yang menjadi payung para Sarjana Ekonomi dikenal secara nasional dan memiliki pengaruh cukup besar dalam konstelasi kebijakan hingga level negara.
Fakultas Sains (FMIPA) yang outputnya diarahkan menjadi pelopor riset dan teknologi.Menjadi mendorong kejayaan pengembangan ilmu terapan yang berguna bagi masyarakat.Demikian seterusnya,hingga tibalah tertuju kita pada:Fakultas Pertanian.

Konon,fakultas pertanian sudah sangat dikenal jauh sebelum era reformasi. Sebagai gudangnya Fakultas yang miring-miring dikit dengan khittah nama yang menjadi tujuannya.Kian waktu,dengan semakin miskinnya arahan yang berwenang (baca : pemerintah) terhadap visi pendidikan di bidang kesarjanaan pertanian maka miringnya kian jauh,kalau tidak dibilang makin berjarak dengan tujuan utama pendidikan Pertanian itu sendiri.

Logikanya, Alumni Fakultas Pertanian, ya jadi profesional di bidang pertanian.Namun dalam prakteknya,tingkat diaspora (perpencarannya)nya sungguh luar biasa.Sarjana Pertanian mengisi pundi-pundi terbesar dalam konstruksi ketenagakerjaan kita mulai sektor perbankan,industri,jasa,pendidikan,dan ...ouh kabar buruknya,Sarjana kita yang konsisten berkubang dalam primer sektor pertanian bukanlah mayoritas dari komposisi totalnya.
Perlu riset lebih mendalam soal data tepatnya komposisi antara Sarjana Pertanian yang eksis di primer pertanian dengan yang terdiaspora dalam kotak non pertanian macam perbankan dan lain sebagainya.
Namun dengan kian terpuruknya daya kompetisi rakyat di pasar global dimana kita nyaris compang-camping kedodoran.Menerima hujan produk murah meriah membanjiri market domestik kita.Sadarkah kita,bahwa pertanian lah salah satu benteng terakhir yang menjaga stabilitas kesejahteraan masyarakat kita ?

Atau jangan-jangan, Fakultas Pertanian memang sudah tidak lagi diperlukan ?
Pertama, karena ada anggapan, buat apa sekolah tinggi kalau ujung2nya cuma balik kerja jadi petani yang berkotor-kotor dengan tanah ?
Atau anggapan Kedua,..gak ada lowongan bidang pertanian yang capable buat saya ?
Atau lebih parah lagi,yang ketiga,..bisa diterima kerja aja dah syukur ? Oups.

Ini ironi buat kita semua wahai Sarjana Pertanian khususnya.. Sosektaers Unibraw.
Jangan sampai terus terulang..
"ada tikus mati di lumbung padi"...
Sarjana Pertanian menganggur di tengah negeri agraris nan gemah ripah loh jinawi...

Sekali lagi pertanyaannya :
"Masih Perlukah Ada Fakultas Pertanian ????

3 komentar:

Unknown mengatakan...

Dear Luqman,

Apakah Faperta perlu? Kalo menurut aku wajib Man.
Yang kurang di FAPERTA kita adalah tata nilai, teladan, dan komitmen.
Guru besar Faperta jadi anggota KPU. Dosen2 pertanian sekolah lagi hanya untuk titel. Pemberdayaan dan pendampingan masyarakat dijual untuk menyempurnakan Curiculum Vitae.
Saya sama prihatinnya dengan dirimu. Tetapi hanya bisa itu, karena saya juga berkecimpung di luar dunia pertanian. Yang saya dapatkan dari kuliah hanya ijazah saja. Selebihnya saya dapatkan dari berkecimpung dlm aktivitas organisasi dan diskusi.

Jadi, tanyakan pada rumput yang bergoyang.

SAI'96

Luqman Setiawan mengatakan...

@Brother Sis,

Barangkali maksud anda adalah Pendidikan (setingkat kesarjanaan)yang diarahkan untuk menghasilkan sarjana yang memiliki cara pandang ilmiah dan kemampuan praksis di bidang pertanian.

Kalau yang seperti itu,apa masih perlu ada Fakultas Pertanian.
Perspektif Pertanian bisa dikembangkan di Fakultas mana saja.
Bisa di Fak Teknik,Fak Kedokteran,Fak Ekonomi,Fak Sosial,dll.

Salah satu hal mendasar kenapa diskusi soal eksistensi pendidikan di Indonesia gak pernah selesai,adalah karena pemimpin2 kita mulai dari tingkat negara,tingkat rektorat,sampai tingkat Jurusan/Program studi..tidak memiliki Visi (juga blue print) yang terang benderang soal mau akan menjadi apa tingkat ideal pendidikan itu akan dicapai.

Mudah2an darah baru (pemuda pemudi cendekia)yang sdh banyak yang kembali ke pangkuan ibu pertiwi kampus tercinta dari menimba elmu di mancanagari dapat menjawab kegundahan kita bersama.

Atau barangkali,perubahannya baru akan terjadi setelah anak cucu kelak ?
Wallahu 'alam.

Anonim mengatakan...

@Brother Luqman + Brother Siswanto,

Menarik sekali dengan apa yang dikemukakan dalam tulisan brother Luqman. Sebenarnya apa yang dalam tulisan brother LQ juga sempat menjadi pertanyaan benak saya.
Karena kasus di Kaltim ternyata lebih memprihatinkan lho.Sebuah PTN terkenal disini yg awalnya selalu berebut para calon MABA untuk mendaftar jadi mahasiswa pertanian dan kehutanan (yang jaman dulu jadi favorit),beberapa tahun belakangan ini malah sepi pendaftar ketika penerimaan mahasiswa baru.yang lebih parah lagi,jumlah kursi tersedia di kedua fakultas tersebut lebih banyak dibandingkan pendaftarnya.
Padahal,kalau disimak sebenarnya daerahku di Kaltim masih sangat di butuhkan pertanian dan kehutanan. Tapi malah tidak sesuai kenyataan lho.Fakultas teknik,ekoomi,kedokteran justru mendapatkan porsi lbh besar calon MABA.
Jadi,sedikit saya simpulkan bahwa perlu atau tidaknya fakultas pertanian bukan tergantung dari kebutuhan pemenuhan sarjana pertanian sendiri di lapangan lho. Tapi semua itu tergantung dari mindset masing2 individu.

Kalau fakultas pertanian ditutup,tentunya akan janggal.mengingat sebenarnya sangat dibutuhkan tenaga2 sarjana pertanian di bidang pertanian.Hanya saja lapangan pekerjaan yang di tawarkan utk sarjana pertanian bila sesuai dengan keahlian masing-masing,biasanya lokasinya sangat jauh dari perkotaan bahkan terpencil lho. Beberapa alumni kita yg bekerja di perkebunan kelapa sawit di kaltim misalnya masih sering kontak sama saya.Saya cukup salut dengan rekan2 yang rela mengabdikan secara pure ilmu pertaniannya walaupun harus di lokasi yang jauh.

Bisa jadi,itu sebagian kecil alasan mengapa para sarjana pertanian enggan masuk ke dunia pertanian sehabis lulus lho. Jadi rasanya kita pun perlu berfikir jauh bila tidak menganggap perlu fakultas pertanian lagi. Karena semua kembali kepada pilihan para alumni lagi untuk bekerja.

Mungkin saya salah seorang sarjana pertanian yg bekerja di luar dunia pertanian namun tetap mencoba mengadopsi ilmu pertanian yang saya dapatkan.
Berapa tahun belakangan ini saya menjalankan perusahaan di bidang supplayer.salah satu patner kerja saya adalah PT.Pupuk Kaltim. Mungkin sekilas menilai akan mengatakan bahwa dunia saya adalah dunia bisnis.Tapi tetap saja berhubungan dengan pupuk yang ujung-ujungnya petani lagi.

Jujur nih bro LQ dan bro Sis,memang kita kuliah di fakultas pertanian.tapi begitu banyak mata kuliahnya dan aktifitas lain ketika masih menjadi mahasiswa di fak.pertanian yang membuat saya menjadi diri saya sekarang.Dan saya dgn jujur akui,saya bangga jadi alumni pertanian.walaupun tdk 100 persen terjun bekerja di dunia pertanian,tapi banyak ilmu yang bisa saya adopsi dalam pekerjaan saya.

So...,kudu dipikirkan kembali masalah keberadaan fakultas pertanian apab masih diperlukan apa tidak.semua tinggal kembali ke individunya.

@tri wahyuni 98