Ayo gabung Neobux ! anda dibayar untuk tiap iklan yang anda klik

Sabtu, 11 Oktober 2008

Mengejar Gerombolan Angsa Terbang (The Flying Geese

Oleh Ahmadi Addy S

Mengambil analogi dari “kebiasaan” angsa di negara 4 musim yang pada musim gugur terbang ke arah selatan untuk menghindari musim dingin dengan formasi berbentuk huruf "V" dengan satu peminpin didepan, Saburo Okita (Jepang) pernah mencetuskan teori angsa terbang (the flying geese) yang populer. Teori ini menggambarkan bahwa perkembangan perekonomian kawasan Asia Pasifik layaknya kawanan angsa tersebut dengan Jepang sebagai leadernya. Angsa-angsa lain seperti Korsel, Taiwan, dan Asteng lebih berfungsi penyedia tempat bagi industri padat karya Jepang. Industrialisasi di wilayah ini sangat tergantung teknologi Jepang. Tak terkecuali kawasan Asia Tenggara yang berada pada posisi paling belakang dari formasi ini.

Fakta lain dari “kebiasaan” itu ketika angsa pemimpin yang terbang di depan menjadi lelah, ia terbang memutar ke belakang formasi, dan angsa lain akan terbang menggantikan posisinya. Kebangkitan Cina dalam dasa warsa terakhir menjadikan Negara ini bisa saja mengambil alih posisi Jepang. Tanda-tanda kearah sana sudah jelas. Saat ini Cina merupakan salah satu Negara industry terbesar didunia dengan menyedot ketersediaan sumber daya alam dan manusia. Produknya telah membanjiri pasar-pasar di Negara-negara kawasan Asia Pasifik. Kemajuan iptek Cina telah mengalami lompatan yang sangat signifikan.

Saat ini kiblat ekonomi dunia masih sang Negara adidaya Amerika Serikat, penggunaan mata uang US dolar dalam transaksi perdagangan dunia masih mengukuhkannya sebagai barometer ekonomi dunia. Walaupun beberapa kawasan regional seperti Eropa, Asia Barat dan Timur Tengah berusaha membangun “uang regional” non US dolar.

Skandal penggelembungan asset perusahaan raksasa dunia dan kredit perumahan di Amerika Serikat telah membawa dampak krisis baru pada tahun 2008. Bursa saham dan perbankan yang menjadi anak kandung sistem ekonomi moneter menjadi yang paling terpuruk. Harga saham anjlok, beberapa bursa saham dunia tutup, pemerintah di beberapa Negara telah mengucurkan bantuan likuiditas bagi perbankan.

Situasi ini kembali menegaskan bahwa dunia sedang mencari keseimbangan baru sebagaimana dalam teori ekonomi bahwa faktor ekonomi akan terus bergerak mencari titik ekuilibrium. Beberapa ekonom dunia dan lokal memprediksi bahwa krisis ini paling tidak berlangsung selama lima tahun atau bahkan bisa lebih lama dari yang diprediksikan. Dunia juga sedang mencari leader baru dalam formasi the flying gees. Bisa Cina sebagai kekuatan ekonomi baru dunia atau Jepang yang telah lama “mengincar” posisi tersebut. Hanya saja Jepang tidak bisa lepas dari pengaruh krisis ini, karena Amerika menduduki peringkat pertama sebagai “mitra” dagang Jepang.

Saya kira kemana krisis ini akan berlanjut dan Negara mana yang akan kembali menjadi leader ekonomi dunia tidaklah semenarik pembahasan tentang posisi Indonesia dalam peta ekonomi dunia. Sebagai layaknya dalam kompetisi sepakbola maka peringkat Indonesia berada di klasemen bawah, dekat zona degadrasi. Belajar dari itu pula maka target yang perlu dipasang juga tidak perlu tinggi sebenarnya. Minimal lolos dari zona degadrasi agar tak terpuruk dalam krisis dan turun peringkat dari Negara berkembang menjadi Negara tertinggal. Ya minimal tidak menjadi bulan-bulanan Negara-negara kuat dan lembaga keuangan dunia sebagaimana krisis ekonomi sepuluh tahun lalu. Presiden SBY bahkan telah mengeluarkan pernyataan resmi pemerintah menanggapi krisis ini. Intinya saat ini kekuatan perekonomian kita jauh lebih kuat dibanding sepuluh tahun lalu. Faktanya pondasi perekonomian kita belumlah sepenuhnya pulih akibat krisis sepuluh tahun lalu walaupun secara makro indicator ekonomi (economic growth, inflation) kita jauh lebih baik, bahkan defisit cadangan devisa kita semakin kecil bahkan sempat surplus. Namun angka kemiskinan dan pengangguran absolute naik, daya beli masyarakat yang masih rendah hingga persoalan ketersediaan pangan secara nasional. Sektor riil belum terdorong secara maksimal.

Dengan asumsi kebijakan ekonomi yang berjalan sekarang dan apa yang disampaikan dari rapat kabinet minggu lalu, maka menurut saya pemerintah dalam jangka pendek/satu tahun ke depan dalam bahasa ekonomi yang sederhana perlu memperhatikan tiga ha

  1. Bersama Bank Indonesia melakukan pengawasan fungsi intermediasi perbankan dalam penghimpunan dan penyaluran dana masyarakat sehingga dapat dihindari perang bunga simpanan yang berlebihan dan penentuan sektor-sektor ekonomi yang bisa dibiayai.
  2. Melakukan penghematan anggaran belanja Negara pada instansi-instansi pemerintah terutama sistem birokrasi, anggaran pemilu dan pengoptimalan penggunaan produk-produk dalam negeri dan melakukan kampanye/sosialisasi dan mengajak masyarakat/swasta melalui program reward and punishm
  3. Menjaga stabilitas harga barang dengan melakukan inventarisasi kebutuhan nasional dan mempersiapkan ketersediaannya terutama pangan, energi dan kesehatan.

Dan anda sebagai masyarakat umum perlu membentengi diri dalam krisis kedepan:

  1. Penghematan belanja dengan mengurangi pengeluaran yang tidak mendesak (misal : rekreasi tiap minggu diganti sebulan sekali)
  2. Menghindari hutang-hutang konsumtif dan pembelian barang-barang konsumsi komplement
  3. Memaksimalkan penggunaan barang-barang/produk-produk dalam negeri.

Sehingga, pertanyaan Dr Frances Gouda dalam bukunya Dutch Culture Overseas: Mengapa warga sebuah bangsa kecil dan tidak signifikan secara politik di Eropa mampu menunjukkan dominasi paternalistik atas peradaban-peradaban tua seperti Jawa dan Bali. Dalam hal ini adalah praktek kolonial Belanda di Indonesia selama hampir tiga setengah abad sudah menjadi barang basi dan kita siap mengejar gerombolan angsa terbang.

4 komentar:

Anonim mengatakan...

Very Gooood articles,boy...
kita butuh analisis proforma yang seperti ini di blog ini minimal seminggu sekali,untuk melihat kecenderungan dan prospek sosial ekonomi kita dimasa mendatang.
Ternyata kuncinya,selain proteksi dari pemerintah,dukungan intermediasi perbankan,juga...butuh banyak aktor ekonomi riil di tanah nusantara ini.Rekan2 Sosektaers...ada yang mau gabung barisan aktor ekonomi nasional ????

Jewelholic mengatakan...

hehehe...kayaknya saya memperkuat bidang lingkungan saja deh...supaya lingkungan indonesia tidak terus terdegradasi dengan perjuangan indonesia dalam peningkatan sektor industri dan ekonominya.

monggo silahkan berjuang dibidang masing2 sehingga akan memperkuat fondasi indonesia dikemuadian hari

Anonim mengatakan...

Indonesia bukan angsa Boy.
Tapi burung garuda yang menoleh ke kanan..
Menoleh ke kanan itu tahu kan maksudnya????
Ideologi kita kanan, dan pastinya ekonomi kita juga kanan???
Bukankah begitu???

Machbub-Papa mengatakan...

Mas Boy, menurut analisis sampeyan, saat krisis gombal seperti ini bank-bank central negara-negara eropa beramai-ramai memangkas suku bunganya, sedangkan Bank Indonesia malah meningkatkan suku bunga, apa karena mereka adalah angsa sedangkan kita garuda sehingga tidak ikut-ikut mereka?